Aturan Dilanggar, Formapas Tuntut Pemerintah Tindak Tegas Tambang di Pulau Gebe

17
Ketua Umum Pengurus Pusat Forum Mahasiswa Pascasarjana (PP-Formapas) Maluku Utara, Riswan Sanun

JAKARTA, Corongpublik// Keberadaan tambang di Pulau Gebe, Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara, kembali memicu gelombang kritik. Aktivis menilai perusahaan tambang PT Anugerah Sukses Mining (ASM) bertindak seolah kebal hukum meski jelas melanggar aturan yang melarang eksploitasi di pulau kecil. Desakan pun menguat agar pemerintah segera menghentikan seluruh aktivitas pertambangan di wilayah tersebut.

Ketua Umum Pengurus Pusat Forum Mahasiswa Pascasarjana (PP-Formapas) Maluku Utara, Riswan Sanun, menegaskan bahwa pelanggaran hukum ini bukan persoalan sepele. Ia mengingatkan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-XXI/2024 dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 yang secara tegas melarang kegiatan pertambangan di pulau-pulau kecil. Namun, kenyataannya praktik tambang tetap berlangsung, seolah aturan hanya formalitas yang mudah diabaikan.

Riswan menuding aktivitas tambang nikel PT ASM telah menimbulkan kerusakan serius pada ekosistem Pulau Gebe. “Hutan mangrove dikabarkan mulai kritis karena sedimentasi yang ditimbulkan perusahaan,”ungkapnya.

Menurutnya, kerusakan ini akan berdampak panjang terhadap lingkungan dan kehidupan masyarakat setempat.

Selain itu, Riswan juga menyoroti lemahnya peran pemerintah daerah. Ia menilai Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) seharusnya bertindak tegas, bukan hanya berdiam diri melihat kerusakan yang terus terjadi.

Formapas menilai keberadaan perusahaan tambang yang melanggar undang-undang dan membahayakan kehidupan masyarakat di pulau-pulau kecil harus segera dihentikan. Riswan menegaskan, pihaknya tidak anti tambang.

“Jika kehadiran tambang dan aktivitasnya membawa kemakmuran masyarakat, tentu akan kami dukung. Namun yang terjadi, jangankan kemakmuran, kehadirannya saja sudah salah dan menyalahi aturan,” tegasnya.

Riswan juga menyebut beberapa perusahaan yang perlu ditindak melalui Satgas gabungan termasuk Kementerian ESDM, yakni PT Karya Wijaya, PT Mineral Trobos, PT Aneka Niaga Prima, PT Aneka Niaga Sukses Mining, dan PT Mineral Jaya Molagina. Menurutnya, audit menyeluruh harus segera dilakukan untuk memastikan kepatuhan perusahaan terhadap regulasi.

Situasi ini semakin memicu kekecewaan masyarakat Pulau Gebe. Mereka menilai pemerintah, baik pusat maupun daerah, hanya sibuk pencitraan. Alih-alih menghadirkan kesejahteraan, keberadaan perusahaan tambang justru dianggap merusak lingkungan dan mengancam keberlangsungan hidup warga setempat.

Padahal, kata Riswan, aturan hukum yang berlaku sudah sangat jelas melarang pertambangan di pulau kecil. Namun perusahaan tetap beroperasi dengan bebas, menabrak Putusan MK dan UU yang berlaku. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai ketegasan pemerintah dalam menegakkan aturan.

Tak hanya soal kerusakan lingkungan, Formapas juga menyoroti rendahnya kesejahteraan masyarakat Pulau Gebe. “Sekian banyak perusahaan beroperasi, tapi masyarakat masih mengeluh soal air bersih dan kebutuhan dasar lainnya,” kritik Riswan.

Atas berbagai persoalan tersebut, Formapas mendesak Kementerian ESDM dan Satgas gabungan segera mengaudit seluruh aktivitas pertambangan di Pulau Gebe. Jika terbukti ada pelanggaran, maka tindakan tegas harus segera dijatuhkan agar hukum tidak semakin dilecehkan. (Tim/Red)