Bupati Halsel Diduga Abaikan Putusan PTUN, GPM Desak DPRD dan APH Bertindak

12

HALSEL, Corongpublik// Pelantikan empat kepala desa oleh Bupati Halmahera Selatan meski sudah dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Ambon menuai kritikan tajam. Tindakan tersebut dinilai sebagai bentuk pembangkangan administratif terhadap putusan pengadilan yang bersifat final dan mengikat, sekaligus mencederai asas kepastian hukum.

Gerakan Pemuda Marhaenisme (GPM) Halmahera Selatan melalui Dewan Pimpinan Cabang (DPC) menegaskan bahwa langkah Bupati tersebut tidak bisa ditoleransi. Ketua DPC GPM Halsel, Bung Harmain Rusli, menyebut kasus ini sebagai ujian serius bagi integritas pemerintah daerah dan demokrasi lokal.

“Ini bukan sekadar kritik biasa. Kami hadir untuk mengingatkan bahwa hukum harus menjadi panglima, bukan kekuasaan,” tegasnya.

Menurut Pasal 115 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, pejabat wajib tunduk pada putusan PTUN yang telah berkekuatan hukum tetap. Dengan tetap melantik kepala desa, Bupati Halsel dianggap melanggar asas kepastian hukum dan berpotensi terkena sanksi administratif bahkan pidana. Hal ini juga bisa dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang sebagaimana diatur dalam Pasal 17 UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

DPC GPM Halsel menilai pelanggaran tersebut dapat mengancam prinsip clean government, transparansi, dan akuntabilitas. Karena itu, DPRD Kabupaten Halmahera Selatan diminta untuk menggunakan hak konstitusionalnya, mulai dari hak interpelasi hingga angket, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

“Jika DPRD diam, itu sama saja mengkhianati mandat rakyat dan membiarkan praktik impunitas tumbuh subur,” ujar Bung Harmain.

Lebih lanjut, GPM Halsel menekankan bahwa pelaksanaan putusan pengadilan merupakan fondasi utama penegakan hukum. Ketidakpatuhan kepala daerah terhadap keputusan final lembaga peradilan menjadi sinyal bahaya bagi tegaknya supremasi hukum di daerah. Karena itu, GPM menyerukan keterlibatan semua elemen, baik DPRD maupun aparat penegak hukum, agar bersikap tegas tanpa pandang bulu.

Kasus ini disebut bukan sekadar persoalan internal birokrasi, melainkan gejala melemahnya kesadaran hukum pejabat publik. GPM menilai situasi ini harus dijadikan momentum pendidikan hukum bagi masyarakat agar lebih melek terhadap hak dan kewajiban hukum.

“Hukum adalah pagar moral dan instrumen keadilan. Siapa pun, termasuk kepala daerah, wajib tunduk pada hukum,” tegas Bung Harmain.

Dalam pernyataannya, DPC GPM Halsel juga menegaskan pentingnya menjunjung asas supremasi hukum, asas finalitas putusan pengadilan, dan asas kepastian hukum sebagaimana diatur dalam UUD 1945 dan berbagai peraturan perundang-undangan terkait. Pelanggaran terhadap putusan PTUN disebut bukan hanya aib konstitusional, melainkan serangan terhadap prinsip negara hukum.

Menutup pernyataannya, Bung Harmain menekankan bahwa supremasi hukum hanya dapat terwujud jika tiga elemen berjalan seimbang: masyarakat sipil yang berani mengawal putusan pengadilan, DPRD yang tegas menjalankan fungsi pengawasan, serta aparat penegak hukum yang bekerja profesional. “Kalau salah satunya absen, maka supremasi hukum hanya akan jadi slogan kosong tanpa makna,” tandasnya. (Tim/Red)