TERNATE, Corongpublik.com-Rentetan persoalan lingkungan, pertambangan ilegal, dan dugaan konspirasi korupsi di Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara, kini kembali menjadi sorotan tajam publik. Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Pemuda Marhaenis (DPD GPM) Provinsi Maluku Utara menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran, mendesak berbagai institusi negara untuk segera mengambil langkah hukum yang tegas terhadap sejumlah pelanggaran yang diduga melibatkan pejabat daerah dan perusahaan tambang.
GPM menyoroti dua persoalan besar yang tengah mencoreng wajah pemerintahan daerah Pertama Pencemaran lingkungan akibat aktivitas pertambangan nikel oleh PT. Alam Raya Abadi (ARA) dan PT. Jaya Abadi Semesta (JAS) di Wasile, Halmahera Timur, yang diduga mengakibatkan rusaknya lahan sawah seluas 30 hektar milik warga serta mencemari aliran sungai. Kedua Penjualan ilegal 90 ribu metrik ton ore nikel oleh PT. Wana Kencana Mineral (WKM) yang disebut merugikan negara hingga Rp. 30 miliar, berdasarkan Laporan Hasil Verifikasi (LHV). Ore tersebut merupakan milik PT. Kemakmuran Pertiwi Tambang (KPT) yang IUP-nya telah dicabut, namun dijual tanpa dasar hukum yang sah.
GPM secara tegas menyebut Bupati Halmahera Timur dan Sekretaris Daerah sebagai pihak yang patut diperiksa dan diduga sebagai otak konspirasi bersama PT. WKM dalam penjualan ore ilegal tersebut. Keduanya juga diduga terlibat dalam sejumlah penyimpangan lain, termasuk, dugaan pelanggaran lingkungan oleh PT. Amin terkait aktivitas pencucian alat berat langsung di aliran sungai tanpa pengolahan limbah, dugaan keterlibatan dalam praktik suap dan gratifikasi dengan PT. Forward Matrics Indonesia (FMI), perusahaan tambang yang disinyalir tidak memiliki IUP dan dokumen AMDAL resmi.
Dugaan penyelewengan dana penanganan COVID-19 sebesar Rp 28 miliar yang dikelola Pemkab Halmahera Timur. Seluruh rangkaian peristiwa ini terjadi di wilayah Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara, khususnya di kawasan pertambangan di Kecamatan Wasile dan sejumlah lokasi industri yang menyentuh langsung kepentingan masyarakat.
Aksi unjuk rasa terbaru dilakukan pada Selasa, (20/5/2025), setelah serangkaian aksi sebelumnya tidak mendapat tanggapan dari pihak kepolisian maupun Kementerian ESDM. Temuan soal penjualan ilegal nikel dan pelanggaran lingkungan terungkap berdasarkan laporan lapangan warga, investigasi internal GPM, serta dokumen LHV resmi yang beredar di publik.
GPM menilai pembiaran terhadap persoalan-persoalan ini sebagai bentuk pengkhianatan terhadap konstitusi dan pengabaian tanggung jawab negara dalam melindungi lingkungan serta kepentingan rakyat. Kejahatan yang melibatkan sumber daya alam tidak hanya berdampak pada kerugian negara, tapi juga menghancurkan masa depan ekologis dan ekonomi warga lokal. Atas dasar itu GPM mendesak :
- Kementerian ESDM untuk segera mencabut izin PT. ARA dan PT. JAS.
- Polda Maluku Utara, KPK, dan Kejaksaan Agung memeriksa Bupati dan Sekda Haltim atas dugaan keterlibatan dalam penjualan ilegal nikel dan korupsi lainnya.
- Bea Cukai dievaluasi atas kelalaian pengawasan ekspor ore ilegal.
- Gubernur Maluku Utara agar memberikan rekomendasi evaluasi total terhadap seluruh aktivitas perusahaan tambang di Halmahera Timur kepada Menteri ESDM dan Menteri KLHK.
Ketua DPD GPM, Sartono Halek, bahkan mengancam akan mendirikan kemah perlawanan di depan kantor Polda Maluku Utara, kantor Bea Cukai, dan kediaman Gubernur bila seluruh tuntutan tidak segera direspons.
“Jika negara terus bungkam, maka rakyat akan terus melawan. Kami siap bermalam di jalanan demi keadilan bagi lingkungan dan generasi Halmahera Timur,” tegas Sartono dalam orasinya.