JAKARTA, Corongpublik// Presiden Prabowo Subianto didesak untuk segera mencopot Kapolri menyusul tewasnya seorang pengemudi ojek online yang tertabrak kendaraan taktis Barracuda milik Brimob saat aksi demonstrasi. Meski tujuh anggota Brimob telah ditetapkan sebagai tersangka, publik menilai langkah itu tidak cukup. Tanggung jawab moral dan struktural tetap berada di pundak Kapolri.
Desakan ini tidak berdiri sendiri. Sorotan publik semakin tajam setelah mencuat dugaan bahwa salah satu anak Kapolri menjabat sebagai direktur di perusahaan tambang PT. Position yang beroperasi di Halmahera Timur, Maluku Utara. Dugaan ini menjadi serius karena beririsan langsung dengan pidato Presiden Prabowo pada 15 Agustus lalu, yang menegaskan komitmen memberantas 1.063 tambang ilegal di Indonesia.
Ketua PB-FORMMALUT Jabodetabek, M. Reza A. Syadik, meminta Presiden untuk menindaklanjuti dugaan konflik kepentingan tersebut.
“Jika benar ada keterlibatan keluarga pejabat tinggi, maka pidato Presiden harus dibuktikan dengan langkah konkret, Bekingan tambang ilegal di Maluku Utara harus dibersihkan,”tegasnya.
Isu ini juga memunculkan kembali kasus kriminalisasi terhadap warga adat Maba Sangaji, yang memprotes penguasaan tanah adat oleh perusahaan tambang. Alih-alih mendapat perlindungan, 11 warga justru dijerat dengan UU Darurat No. 12 Tahun 1951 dan Pasal 162 UU Minerba. Tindakan aparat dinilai berat sebelah dan berpihak pada korporasi.
Reza menegaskan pentingnya reformasi Polri sebagai agenda nasional. “Reformasi 1998 memisahkan Polri dari TNI agar lebih profesional dan humanis. Namun, kekerasan dan tindakan represif masih terus terjadi. Jika Presiden tidak bertindak, maka bukan hanya Polri yang tercoreng, melainkan reputasi Indonesia di mata dunia,” ujarnya.
Perhatian internasional terhadap kekerasan aparat bukan hal baru. Kasus protes di Hongkong (2019), kudeta militer Myanmar (2021), hingga gerakan Black Lives Matter di Amerika Serikat (2020) menjadi bukti bahwa kekerasan negara justru memperdalam krisis sosial dan memperlemah legitimasi pemerintah.
PB-FORMMALUT menyatakan siap menggelar konsolidasi nasional mahasiswa sebagai bentuk lanjutan semangat Reformasi 1998. Konsolidasi ini bukan sekadar dukungan moral kepada Presiden, tetapi juga peringatan bahwa kegagalan mereformasi institusi kepolisian bisa mempermalukan Indonesia di panggung internasional.(Tim/Red)