Dialog Publik Formapas Memanas! Mahasiswa Pertanyakan Kepentingan di Balik Proyek Trans Kieraha

92

JAKARTA, Corongpublik// Suasana memanas mewarnai Dialog Publik bertema “Roadmap Jalan Trans Kieraha: Infrastruktur Konektivitas, Geo Ekonomi dan Masa Depan Maluku Utara” yang digelar Pengurus Pusat Forum Mahasiswa Pascasarjana (PP Formapas) Maluku Utara di Gedung DPD I Golkar DKI Jakarta, Selasa (28/10/2025).

Forum yang semula diharapkan menjadi ruang klarifikasi teknis justru berubah menjadi ajang hujan kritik dan pertanyaan tajam mahasiswa terhadap para pemateri, terutama terkait transparansi, kepentingan, dan arah pembangunan Jalan Trans Kieraha.

Dialog yang digelar dalam rangka Milad ke-11 Formapas itu menghadirkan sejumlah narasumber dari lintas lembaga, di antaranya Christine Mayavani, ST., MT., M.Eng (Kementerian PUPR), Ir. Welli Pradipta, ST., MT. (Tim Leader Penyusun Studi Kelayakan Trans Kieraha), Kadis PUPR Maluku Utara Risman Iriyanto Jafar (melalui Zoom), serta Riyanda Barmawi (Direktur Eksekutif Anatomi Pertambangan Indonesia).

Ketegangan mencuat ketika para mahasiswa menilai paparan yang disampaikan narasumber tidak substantif dan cenderung normatif. Materi yang dijelaskan disebut membingungkan dan tidak menjawab pertanyaan mendasar tentang arah, urgensi, serta kepentingan proyek jalan strategis tersebut.

Belakangan terungkap bahwa tenaga ahli Trans Kieraha baru mulai bertugas di Maluku Utara pada September 2025, sehingga belum sepenuhnya menguasai materi proyek.

Dalam paparannya, Ir. Welli Pradipta menegaskan bahwa kajian yang tengah disusunnya masih berfokus pada aspek teknis dan ekonomi. Ia mengakui, pembahasan di luar ranah teknik sipil belum menjadi bagian dari analisis yang dikerjakan timnya.

Menurut Welli, secara umum kondisi fisik jalan di Halmahera Tengah tergolong baik, namun persoalan utama terletak pada jarak tempuh antardaerah yang masih panjang.

“Dari Sofifi ke Weda atau ke kawasan industri Kobe, waktu perjalanan bisa mencapai empat hingga lima jam,” ujarnya.

Pemerintah, lanjutnya, menargetkan agar waktu tempuh dapat dipangkas menjadi sekitar dua jam melalui peningkatan konektivitas dan efisiensi trase jalan. Upaya ini dilakukan dengan merancang jalur baru berkecepatan rata-rata 60 km per jam, yang diharapkan mampu memperlancar arus logistik dan mobilitas masyarakat di Pulau Halmahera.

Sebagai bagian dari kajian tersebut, tim melakukan analisis transportasi, penilaian, dan pembobotan terhadap beberapa alternatif trase jalan. Adapun rencana rute yang tengah dikaji meliputi :

1. Sofifi-Ekor (Rencana 1)

2. Sofifi-Ekor (Rencana 2 / TPA)

3. Sofifi-Ekor (Rencana 3 / Optimal)

4. Ekor-Kobe SP4

5. Ekor-Kobe SP4 (Optimal)

6. SP4 Kobe-Bandara IWIP 1

7. SP4 Kobe-Bandara IWIP 2 (Jalan Trans)

8. SP4 Kobe-Bandara IWIP 3 (Optimal)

Sementara itu, Ketua Umum PP Formapas, Riswan Sanun, menegaskan pentingnya dialog ini karena Jalan Trans Kieraha termasuk proyek infrastruktur terbesar di Maluku Utara yang berada dalam wilayah Proyek Strategis Nasional dan beririsan langsung dengan kawasan industri tambang.

“Formapas ingin tahu apakah pembangunan ini murni untuk kepentingan masyarakat atau ada kepentingan kelompok tertentu di baliknya,” tegas Riswan. Ia juga mengucapkan terima kasih kepada Dinas PUPR Maluku Utara yang telah mengirim tim penyusun studi kelayakan untuk menjelaskan proyek tersebut.

Dalam forum yang sama, Riyanda Barmawi mengingatkan agar publik dan mahasiswa mengawal proyek ini agar tidak dijadikan kedok untuk kepentingan pihak tertentu. “Pembangunan tidak boleh hanya menguntungkan satu kelompok. Pemerintah harus transparan soal siapa saja perusahaan yang diuntungkan dari proyek Trans Kieraha,” ujarnya.

Riyanda juga mengkritik status administratif Sofifi yang hingga kini masih menjadi bagian dari Kota Tidore Kepulauan, bukan kota mandiri sebagaimana sering digadang dalam wacana pembangunan infrastruktur.

Ketegangan semakin meningkat ketika Ketua PB Formmalut, M. Reza Asyadik, menyoroti data ekonomi Maluku Utara yang tumbuh 32,09 persen pada triwulan II, namun dinilai tidak diikuti dengan tata kelola fiskal yang baik. Ia menyinggung potensi masalah dalam pembebasan lahan Trans Kieraha yang disebut telah mengantongi anggaran Rp20-40 miliar pada tahun 2025.

Reza menuding proyek tersebut mengarah ke wilayah pertambangan yang disebut milik Gubernur Maluku Utara, Sherly Juanda Laos, yakni PT Karya Wijaya. “Publik sudah tahu jalan ini dibangun menuju kawasan tambang milik keluarga Gubernur. Sementara APBD 2026 justru turun dari Rp3,3 triliun menjadi Rp2,7 triliun. Ini bukti kegagalan dalam pengelolaan fiskal di era Sherly-Sarbin,”tegasnya.

Para mahasiswa pun menyoroti kejanggalan besar di balik proyek pembangunan Jalan Trans Kieraha. Mereka mempertanyakan mengapa proyek infrastruktur sebesar itu tidak masuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN), padahal jalur tersebut menghubungkan tiga wilayah penting. Halmahera Timur, Halmahera Tengah, dan Tidore Kepulauan kawasan yang menjadi tulang punggung sektor pertambangan di Maluku Utara.

Mereka menilai, dengan besarnya kontribusi Halmahera Timur dan Halmahera Tengah terhadap pendapatan negara melalui sektor pertambangan, sudah seharusnya pembangunan jalan tersebut mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah pusat.

Namun yang terjadi justru sebaliknya. Pembangunan jalan vital itu masih mengandalkan anggaran daerah (APBD), sementara kondisi fiskal Maluku Utara sedang tidak sehat. Anggaran daerah mengalami defisit, bahkan dana transfer dari pusat pun dipangkas cukup besar di tengah kebijakan efisiensi nasional.

Diskusi yang berlangsung hampir tiga jam itu berakhir tanpa kesimpulan, namun mempertegas satu hal, publik menuntut transparansi penuh atas proyek Trans Kieraha apakah benar menjadi motor pembangunan, atau sekadar jalur menuju kepentingan tambang elit tertentu di Maluku Utara.

—Tim/Red—