Diduga Ada Pungli Di Area Parkir Kota Sanana. Dishub Sula Sisebut Aktor Utama

94

JAKARTA, Corongpublik// Dugaan praktik pungutan liar (pungli) kembali mencuat, kali ini menyeret nama salah satu pegawai Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Kepulauan Sula, Maluku Utara, berinisial IT alias Ismail. Seorang juru parkir mengungkapkan adanya kewajiban setoran dengan nominal tertentu yang dibebankan kepada mereka.

Keluhan tersebut disampaikan langsung oleh salah seorang juru parkir kepada wartawan Corongpublik.com pada Senin (29/9/2025). Dengan suara penuh kekecewaan, ia menuturkan adanya “harga patokan” setoran yang bervariasi, bergantung pada lokasi parkir yang mereka tempati.

Menurut pengakuannya, setoran ditentukan secara sepihak. Misalnya, di depan Toko Sederhana Desa Fagudu, juru parkir wajib menyetor Rp150 ribu. Di depan Toko Center Point, dua orang juru parkir diwajibkan menyetor Rp100 ribu. Sementara di area Warung Makan Suwering, Desa Magon, dua juru parkir juga dipatok Rp100 ribu.

“Kadang kami kesulitan memenuhi setoran itu. Kalau jumlahnya kurang, Ismail tidak mau terima. Harus sesuai patokan,” ungkapnya dengan nada sedih. Ia menambahkan, para juru parkir tidak mendapat gaji sedikit pun dari Dishub, sehingga beban setoran terasa semakin berat.

Lebih lanjut, ia menuturkan bahwa sebelum adanya surat keputusan (SK) penetapan juru parkir dari Dishub, kondisi ekonomi mereka masih bisa tercukupi. Namun setelah SK itu diterbitkan, beban justru semakin berat karena disertai kewajiban setoran tetap yang harus diserahkan kepada pihak tertentu.

“Awalnya kami kira SK itu akan memberi kepastian, mungkin juga gaji bulanan. Tapi ternyata justru kami hanya diberi rompi dan ID card sebagai tanda pengenal. SK-nya pun tidak pernah kami lihat secara langsung,” ujarnya heran.

Ia menambahkan, jika dihitung dari tiga titik parkir yang dipungut setoran dengan rata-rata Rp350 ribu per hari, dalam sebulan bisa terkumpul Rp10,5 juta. Jumlah tersebut, menurutnya, seharusnya bisa masuk sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Sula.

Namun, fakta di lapangan menunjukkan para juru parkir tetap hidup tanpa kepastian pendapatan. Mereka merasa dieksploitasi oleh kebijakan Dishub yang justru menekan daripada mensejahterakan.

“Seharusnya dengan adanya SK, kami diperlakukan seperti pekerja resmi. Ada hak gaji bulanan seperti juru parkir di pasar atau pelabuhan. Tapi kenyataannya, kami hanya dipaksa setor tanpa imbalan,” keluhnya.

Dengan nada sarkastis, juru parkir itu menutup keterangannya: “Mungkin mereka hanya mau kami kerja terus, sama seperti zaman Jepang dulu. Kerja paksa dari pagi sampai sore tanpa upah.” (Tim/Red)