Dihadang Pertanyaan Tambang, Gubernur Sherly Kalang Kabut di Depan Gedung KPK

203

JAKARTA, Corongpublik// Suasana di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta Selatan mendadak tegang, Rabu (22/10) pagi. Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda Laos, terlihat mempercepat langkahnya masuk ke lobi KPK setelah dicecar wartawan soal dugaan kepemilikan saham di PT Karya Wijaya, perusahaan tambang yang kini tengah menjadi langganan kritikan publik.

Sherly tiba di gedung antirasuah sekitar pukul 09.57 WIB bersama sejumlah pejabat Pemprov Maluku Utara. Kepada awak media, ia menyebut kunjungannya sekadar untuk konsultasi terkait peningkatan skor Monitoring Center for Prevention (MCP) milik KPK.

“Mau konsultasi terkait kesiapan skor MCP Maluku Utara, biar skornya bagus,” ujarnya singkat sebelum memasuki gedung.

Namun, ketenangan Sherly buyar ketika wartawan menanyakan isu tambang ilegal dan kepemilikan saham di PT Karya Wijaya.

“Saya enggak tahu,” jawabnya tergesa dengan ekspresi panik sebelum berlalu menuju ruang pertemuan penyidik.

Usai pertemuan, suasana kembali memanas. Sebuah video berdurasi 2 menit 9 detik yang menampilkan momen kepanikan Sherly viral di media sosial. Ketua Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMMI) Maluku Utara, Sarjan H. Rivai, menilai sikap Sherly menunjukkan adanya indikasi ketakutan.

“Selama ini Gubernur hanya tampil pencitraan di TV. Tapi begitu ditanya soal kepemilikan tambang, langsung terdiam. Itu ketakutan karena mungkin isu itu benar adanya,” tegas Sarjan.

Sarjan menduga kedatangan Sherly ke KPK justru berkaitan dengan upaya menepis isu kepemilikan tambang yang ramai diperbincangkan di Maluku Utara.

“Gubernur bukan sekadar konsultasi, tapi mungkin ambil hati di KPK,” sindirnya tajam.

Isu ini muncul setelah KPK sebelumnya mengungkap adanya perbedaan data izin usaha pertambangan (IUP) antara Kementerian ESDM dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

“Dari pemetaan kami, data versi ESDM ada 246 IUP, sementara versi KKP mencapai 372,” ungkap Kepala Satgas Korsup Wilayah V KPK, Dian Patria, Selasa (21/10).

Di lapangan, sorotan publik semakin tajam terhadap aktivitas PT Karya Wijaya. Ketua Pemuda Solidaritas Merah Putih (PSMP) Maluku Utara, Mudasir Ishak, mengungkap dugaan pelanggaran lingkungan serius di Pulau Gebe, Halmahera Tengah. Warga melaporkan air laut di sekitar Pelabuhan Umum, Desa Elfanun, dan Kapaleo berubah kecokelatan akibat limbah tambang sejak 19 Oktober 2025.

“Perusahaan itu diduga menambang tanpa dokumen resmi, dan kolam penahan lumpur tidak berfungsi, sehingga limbah langsung mengalir ke laut,” jelas Mudasir.

Lebih jauh, Mudasir menyebut PT Karya Wijaya belum memenuhi kewajiban administratif, termasuk tata batas area kerja sebagai syarat penyelesaian administrasi kehutanan (PAK) dari Kementerian ESDM.

“Perusahaan ini bahkan diduga menambang di luar wilayah IUP yang kini sedang ditangani Satgas Penertiban Tambang Ilegal,” ujarnya.

Selain pelanggaran administratif, kegiatan tambang tersebut juga dinilai melanggar UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K) yang melarang eksploitasi di pulau kecil yang mengakibatkan pencemaran lingkungan. Ironisnya, perusahaan itu disebut-sebut memiliki saham mayoritas milik Gubernur Sherly Tjoanda, sehingga menimbulkan dugaan konflik kepentingan dalam pengawasan.

Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-XXI/2023 pun menegaskan larangan eksploitasi di pulau kecil, memperkuat desakan publik agar penegak hukum segera bertindak.

“Kami mendesak pemerintah dan aparat hukum menindak tegas pelanggaran lingkungan di Pulau Gebe,” kata Mudasir.

Ia juga mengingatkan pesan Presiden Prabowo Subianto kepada Kejaksaan Agung agar memberantas tambang ilegal yang merugikan negara hingga ratusan triliun rupiah.

“Satgas Tambang Ilegal harus turun ke lapangan, cabut izin, dan proses pidana sesuai UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” tutup Mudasir.

—Tim/Red—