(Catatan dari RRI Fest 2025)
Oleh: Rinto Taib (Penggagas Museum Kota Pusaka Indonesia)
Minggu (7/9) akhir pekan kemarin nampak ramai di pelataran parkir RRI Cabang Ternate, disana berlangsung rangkaian acara merayakan dirgahayu RRI ke 80 tahun. Disana pula saya berkesempatan berbagi informasi sebagai narasumber pada talkshow bertajuk “Lebih Hijau, Lebih Sehat, Lebih Bebudaya” bersama para narasumber lainnya yang disiarkan langsung pula melalui kanal Youtube RRI Fest 2025.
Sebuah tema sosiologis yang sarat akan makna fikosofis juga teologis. Ya, terkesan sederhana namun begitu dalam karema yang diperbincangkan relasi manusia dengan alam. Manusia sebagai mahluk yang penuh ketergantungan pada sumber daya alam dan disaat yang beesamaan juga berpotensi melakukan pengrusakan terhadap alam itu sendiri karena sifat destruktif yang melekat pada dirinya.
80 tahun usia RRI hingga saat ini telah melahirkan ribuan kisah dan cerita yang berdampak bagi banyak kalangan. Bagi saya, kurang lebih selama 17 tahun bergumul bersama RRI sebagai narasumber di berbagai kesempatan dialog interaktif tentu memiliki kesan tersendiri yang mendalam. Pertama kali tampil adalah sebagai narasumber di RRI Cabang Ternate ketika diamanatkan oleh sang mendiang Sultan Ternate tatkala berperan membidangi urusan SDM dalam kepanitiaan Festival Legu Gam tahun 2008 yang kemudian terus mengisi kesempatan dialog dengan ragam tema dalam isu-isu kebudayaan dan sosial kemasyarakatann hingga saat ini.
Melalui ruang dialog dan diskursus publik seperti ini, setidaknya RRI telah berkontribusi besar untuk merawat tradisi intelektual lewat kanal digital yang dimiliki. Tak hanya kanal radio semata, RRI cabang Ternate begitu aktif di berbagai platform digital yang menghibur sekaligur mengedukasi lewat pemberitaan yang diminati banyak kalangan. Semuanya tak lepas dari imajinasi kreatif dan kerja produktif para penyiar, reporter serta tim redaksi yang solid dan profesional.
Tanpa berlebihan, RRI dalam pandangan dan pengalaman saya telah turut berperan dalam menjalankan tugas mulia dari sebuah institusi pendidikan yang pro pada dimensi edukasi dan literasi melalui berbagai kesempatan acara siaran dialog termasuk pula yang konsen pada isu-isu kebudayaan. Pada konteks yang demikian, RRI telah ikut mendorong serta memperkuat gerakan literasi kebudayaan daerah sebagai entitas kebudayaan bangsa. Ini adalah kontribusi nyata bagi agenda-agenda pemajuan kebudayaan daerah ditengah minimnya ruang pemberitaan dan peliputan media dalam isu-isu kebudayaan, baik media cetak maupun media online.
Realitas ini bukanlah hal baru dalam dunia industri media, pengalaman pribadi penulis pernah diundang di penyelenggaraan Temu Redaktur Kebudayaan Se Indonesia pada tanggal 28-30 Mei 2013 di Jakarta atas kerjasama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Pada momentum tersebut juga diperbincangkan tentang minimnya peliputan media dalam atas isu-isu kebudayaan. Forum menyadari benar bahwa pemberitaan media lebih didominasi pada isu ekonomi politik, hukum dan kriminal. Tentunya terdapat banyak variabel yang mempengaruhi atau menjadi penyebabnya sehingga diperlukan komitmen dan keberpihakan bersama dalam urusan kebudayaan di ruang media.
Tak sekedar berhenti di ruang studio, RRI turut menjadi agen perubahan sosial lewat kegiatan sosial kemasyarakatan yang berdampak nyata bagi masyarakat luas. Sebut saja sebagaimana Festival dan pameran UMKM yang berlangsung di pelataran parkir kantor RRI saat ini.
Sebagai seseorang yang kerap terlibat dalam berbagai kesempatan dialog di program siaran RRI tentunya merasa puas dan kepuasan batin ini bukan sekadar bersifat personal tetapi juga berdampak sosial, dan spritual juga intelektual dimana nalar kita terus diasah dan dirawat dalam dinamika ruang-ruaang kekuasaan.
Program dialog yang dijalankan di ruang studio maupun di luar ruang studio dengan keragaman isu dan tematik termasuk soal kebudayaan sebagaimana pada perayaan 80 tahun semarak hari jadi RRI dengan gelaran talkshow yang menghadirkan para narasumber yakni: Dwi Putra Indrawan (kepala perwakilan Bank Indonesia), Ir. Thamrin Marsaoly (Kepala Dinas Pertanian Kota Ternate) maupun saya sendiri selaku Sekretaris Dinas Kebudayaan tentunya. Tema yang diangkat mengajak kepada semua pihak untuk bersinergi menjaga kelestarian alam dan kesehatan lingkungan dan pelestarian budaya yang menjadi isu menarik sekaligus penting menghadapi krisis ekologis global saat ini dan kedepan nanti.
Isu lingkungan dan perubahan iklim telah menjadi perhatian dunia dan gerakan bersama di seluruh dunia dan bahkan tematik ekologi, kebudayaan dan pembangunan sesungguhnya telah menjadi “kamus” bersama dunia global, dari kalangan akademisi, aktivis ekstra parlementer hingga elit global di tengah tatanan politik global saat ini.
Pada konteks demikian maka kearifan lokal yang mewujud kesalehan ekologi atau dalam terminologi Islam sering juga disebut fiqh lingkungan menjadi penting untuk terus digaungkan guna menuntun kita menjaga keberlangsungan dan kelestarian alam semesta dan ekosistemnya. Akhir kata, dirgahayu RRI ke 80 tahun, “Sekali di Udara Tetap di Udara”. Bravo RRI.