Dugaan Bukti Rekayasa dan Nota Fiktif, GPM Desak Penegak Hukum Periksa Suryani Antarani

18

TERNATE, Corong Publik// Dugaan penyalahgunaan anggaran senilai Rp2,8 miliar oleh Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Pulau Morotai tahun anggaran 2024, menyeret nama mantan Kepala BPKAD, Suryani Antarani, yang kini menjabat sebagai Sekretaris BPKAD Provinsi Maluku Utara.

Desakan keras agar aparat penegak hukum segera memanggil dan memeriksa Suryani datang dari Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Pemuda Marhaen (GPM) Provinsi Maluku Utara. Ketua DPD GPM Malut, Sartono Halek, menegaskan bahwa Suryani, sebagai Kuasa Pengguna Anggaran, harus bertanggung jawab atas dugaan praktik melawan hukum dalam pengelolaan keuangan daerah.

“Temuan BPK soal penyalahgunaan anggaran ini harus jadi dasar hukum pemanggilan dan pemeriksaan Suryani Antarani. Dia tidak bisa dibiarkan lolos dari pertanggungjawaban,” tegas Sartono kepada Media Corong Publik, Selasa (19/8/2025).

Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK dengan nomor 20.B/LHP/XIX.TER/05/2025, tertanggal 26 Mei 2025, mengungkap sejumlah kejanggalan fatal dalam belanja daerah yang dilakukan BPKAD Pulau Morotai. Dalam dokumen itu, tercantum bahwa terjadi transaksi senilai Rp2.838.500.000 pada 8 Maret 2025, namun para penyedia barang dan jasa menyatakan tidak pernah menerima permintaan atau pembayaran sebesar itu.

Misalnya, penyedia BBM menolak mengakui transaksi sebesar Rp447.882.000, penyedia alat tulis kantor (ATK) dan cetakan menyangkal adanya belanja senilai Rp2.065.718.000, dan penyedia rumah makan juga membantah keterlibatan mereka dalam pengadaan konsumsi sebesar Rp324.900.000.

Ironisnya, saat pemeriksaan BPK, pihak BPKAD malah diduga menyodorkan bukti fiktif berupa nota belasan dengan format seragam dan tanda tangan penyedia yang diragukan keasliannya. Sartono menilai hal ini sebagai tindakan serius yang patut dijerat sanksi pidana.

“Ini adalah bentuk dugaan penggunaan dokumen palsu untuk menipu negara. Ada indikasi kuat bahwa BPKAD sengaja merekayasa nota-nota untuk menutupi kebocoran anggaran”, ungkapnya.

“Pemalsuan dokumen seperti ini bukan hanya pelanggaran administratif, tapi juga masuk ke ranah pidana.”

Lebih jauh, penggunaan anggaran Rp2,8 miliar tersebut tidak tercatat dalam APBD Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2024. Artinya, dana itu digunakan di luar perencanaan resmi daerah, namun tetap dicairkan oleh pihak BPKAD.

“Ini penggelapa, Uang negara mengalir entah ke mana, dan tidak bisa dipertanggungjawabkan” tandas Sartono.

DPD GPM Malut mendesak aparat penegak hukum baik Kepolisian, Kejaksaan, maupun KPK segera bertindak dan mengusut tuntas kasus ini, karena menyangkut integritas pengelolaan keuangan daerah dan potensi kerugian negara yang besar.(Tim/Red)*