TERNATE, Corongpublik.com-Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) Maluku Utara kembali turun ke jalan, Kamis dini hari, (12/6/2025). Aksi demonstrasi digelar di depan Kantor Kejaksaan Tinggi Maluku Utara, Jalan Jacob Mansur, Ternate, sebagai bentuk protes atas mandeknya penanganan sejumlah kasus dugaan korupsi yang menyeret nama Sekretaris Daerah (Sekda) Halmahera Timur, Ricky Caherul Richfat.
GPM mendesak Kejati Malut segera memanggil dan memeriksa Ricky, yang dinilai memainkan peran strategis dalam jaringan korupsi birokrasi. Ricky, yang juga menjabat sebagai Ketua Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Halmahera Timur, diduga terlibat dalam suap terkait revisi tata ruang untuk kepentingan perusahaan tambang, PT Forward Matrix Indonesia (FMI). Posisi strategisnya disebut dijadikan alat kompromi kepentingan, mengabdi pada korporasi dan mengkhianati hak publik.
“Ini bukan sekadar isu kami punya bukti yang memperkuat dugaan adanya transaksi gelap antara Ricky dan pihak perusahaan,” tegas Ketua GPM Malut, Hartono, dalam orasinya. Ia menyebut kasus ini sebagai bagian dari pola korupsi lama yang terus dipertahankan oleh elit birokrasi lokal demi keuntungan pribadi.
Tak berhenti di situ, GPM juga mengungkap dugaan penyelewengan Dana Insentif Daerah (DID) tahun anggaran 2017-2018, dengan nilai puluhan miliar rupiah yang disinyalir dikorupsi oleh jajaran pejabat Pemkab Halmahera Timur termasuk Sekda.
“Negara tak boleh terus membiarkan maling berdasi merampok uang rakyat di siang bolong. Kami minta Kejati, KPK, dan Polda Malut segera turun tangan,” seru Hartono di hadapan massa aksi.
GPM menyebut praktik ini sebagai bentuk nyata dari korupsi yang terstruktur dan sistematis. Mereka juga menyingkap sederet skandal lain yang memperparah wajah kelam pemerintahan daerah, seperti dugaan penyalahgunaan dana penanganan Covid-19 senilai Rp28 miliar, penyelundupan 90 ribu ton ore nikel ilegal, dan kejahatan lingkungan oleh perusahaan tambang tanpa izin (IUP). Semua itu, menurut GPM, terjadi karena lemahnya fungsi pengawasan dan dugaan pembiaran dari elite pemerintahan daerah.
“Kerugian negara menggunung, tapi aparat penegak hukum berjalan seperti siput. Sementara rakyat, terus dicekik oleh dampak dari korupsi ini,” ujar Hartono lantang.
Sorotan GPM juga mengarah ke proyek pembangunan asrama BPK di Halmahera Timur yang diduga bermasalah. Proyek itu didanai dari APBD, dan kembali menyeret nama Sekda Haltim yang dinilai memegang kendali kuat dalam perencanaan dan realisasinya.
“Kami mencium aroma busuk korupsi di proyek itu. Ini harus dibongkar secara menyeluruh,” tegas Hartono. Ia mengingatkan, krisis kepercayaan terhadap hukum kini sudah berada di titik nadir.
“Kalau hukum tak kunjung tegas, maka rakyat akan mengambil kesimpulan bahwa keadilan hanya milik elite. Negara harus hadir, bukan sebagai penonton, tapi sebagai penjamin keadilan sosial,” tutupnya.
Hingga berita ini ditulis, GPM memastikan akan terus mengawal kasus tersebut dan mendesak Kejaksaan Agung serta KPK untuk segera turun langsung ke Halmahera Timur. Upaya redaksi CorongPublik untuk mengonfirmasi tudingan ini kepada Ricky Caherul Richfat belum berhasil. Dan belum memberikan klarifikasi resmi atas rangkaian dugaan korupsi yang disorot publik.