TERNATE, Corongpublik// Aksi unjuk rasa kembali digelar Koalisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Maluku Utara pada Kamis (28/8), dengan menduduki Kantor Kejaksaan Tinggi dan kediaman Wakil Gubernur Maluku Utara. Massa menuntut Gubernur Sherly Djoanda Laos segera mencopot Sekretaris Daerah (Sekda) dan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Provinsi Maluku Utara, serta meminta Kejati memanggil dan memeriksa keduanya atas dugaan tindak pidana korupsi.
Koordinator lapangan aksi, Yuslan Gani, menyatakan dalam orasinya bahwa dugaan korupsi mencuat di tubuh Dispora Maluku Utara terkait pengelolaan anggaran tahun 2024 tanpa Surat Pertanggungjawaban (SPJ). “Dispora termasuk salah satu dari tiga OPD yang terindikasi kuat menyalahgunakan anggaran,” ujarnya.
Yuslan juga menuding Kepala Dispora, Saifuddin Djuba, terlibat penuh dalam pengelolaan anggaran tanpa SPJ tersebut. Ia meminta agar pejabat itu segera dicopot karena dinilai mencederai kepercayaan publik dan mencoreng citra pemerintahan Sherly Djoanda Laos.
Lebih lanjut, massa juga menyoroti temuan BPK RI berdasarkan LHP Nomor 22.A/LHP/XIX.TER/05/2023 tanggal 19 Mei 2023. Laporan itu mengungkap adanya belanja makan minum rapat senilai Rp 1,7 miliar dari APBD 2022 yang tidak disertai dokumen pendukung lengkap, seperti undangan dan daftar hadir.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa meskipun pengadaan dilakukan melalui e-catalog, kontrak makan minum rapat diakumulasikan secara bulanan. Rata-rata jumlah paket makan mencapai 900 hingga 1.200 per bulan, sementara jumlah peserta rapat hanya berkisar antara 137 hingga 509 orang.
Dari total anggaran Rp 1,17 miliar untuk makan minum, hanya sekitar Rp 653 juta yang dapat dipertanggungjawabkan. Sisanya, sebesar Rp 521 juta, dinyatakan tidak memiliki bukti lengkap.
Koalisi KPK Maluku Utara juga menuntut Polda dan Kejati segera mengusut tuntas dugaan korupsi ini, termasuk memeriksa Sekda Provinsi Malut dan bendahara Sekretariat Daerah. Mereka mendesak pemanggilan terhadap Saifuddin Djuba, serta PPK dan PPTK yang terlibat, mengingat total anggaran yang dipersoalkan mencapai Rp 5,7 miliar. (Tim/Red)