JAKARTA, Corongpublik// Fakta mencengangkan terungkap di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (12/11). Citra satelit resolusi tinggi membongkar klaim PT Position yang selama ini menyebut jalan tambang di kawasan hutan Halmahera Timur hanyalah peningkatan jalur lama. Temuan ilmiah justru membuktikan sebaliknya jalan tersebut merupakan bukaan baru di kawasan hutan produksi, tanpa izin resmi dari pemerintah.
Ahli Perencanaan Hutan dari BRIN, Dr. Lutfi Abdullah, menegaskan bahwa analisis citra satelit antara tahun 2020 hingga 2024 menunjukkan perubahan signifikan pada permukaan tanah.
“Tidak ada jejak bukaan sebelumnya. Tekstur dan warna tanah menandakan aktivitas baru. Ini bukan jalan lama yang diperbaiki, tetapi pembukaan baru di kawasan hutan produksi”, tegasnya di hadapan majelis hakim yang diketuai Sunoto.
Lebih jauh, Lutfi mengungkap bahwa jalur tambang yang dikerjakan PT Position sepanjang delapan kilometer itu melintasi wilayah izin usaha PT Wana Kencana Mineral (WKM) dan berada di luar blok Rencana Karya Tahunan (RKT) 2024. Ia menilai aktivitas tersebut melanggar prinsip dasar pengelolaan kehutanan karena dilakukan di luar area yang disetujui.
“Area itu belum termasuk dalam blok RKT yang disetujui pemerintah. Kegiatan semacam ini tidak dapat dimonitor dan jelas dilarang,” ujarnya.
Sidang sempat diwarnai pernyataan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyoroti tidak ditemukannya bekas tebangan kayu di sepanjang jalan tambang. Jaksa bahkan menyindir dengan mengatakan,
“Seperti proyek Roro Jonggrang, dalam semalam jalan sudah jadi, tapi tak ada sebatang kayu pun yang terlihat.”
Namun, ahli membantah logika tersebut. Ia menilai, absennya bekas tebangan justru memperkuat dugaan pelanggaran, karena menunjukkan pembukaan dilakukan tanpa mekanisme pemanfaatan hasil hutan.
“Dalam praktik kehutanan, setiap pembukaan jalan selalu meninggalkan jejak tebangan. Kalau nihil, berarti tidak sesuai prosedur,” jelasnya.
Lutfi juga menegaskan, PT Position tidak memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), padahal izin itu menjadi dasar hukum utama untuk membuka jalan di kawasan hutan.
“Selama belum ada IPPKH, pemegang IUP tidak boleh melakukan kegiatan apa pun,” tandasnya.
Selain itu, ia menyebut Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara PT Wana Kencana Sentosa (WKS) dan PT Position tidak memiliki legitimasi hukum, sebab PKS hanya berlaku untuk jalan eksisting yang telah mendapat persetujuan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Kalau jalan itu baru dibuka, maka kerja sama itu otomatis tidak sah,” tegas ahli BRIN tersebut.
Keterangan ini menyeret keterlibatan PT WKS yang disebut memiliki wilayah operasi tumpang tindih di lokasi sama, di luar blok RKT yang disetujui pemerintah. Fakta ini memperkuat dugaan adanya bukaan serentak tanpa izin kehutanan oleh perusahaan-perusahaan tambang di Halmahera Timur.
Menanggapi fakta-fakta di persidangan, Ketua Majelis Hakim Sunoto mengingatkan pentingnya membedakan antara pelanggaran administratif dan pidana dalam kasus kehutanan.
“Kesalahan teknis jangan sampai menyebabkan salah tafsir hukum,” ujarnya menutup sidang.
Di luar ruang sidang, ratusan aktivis Maluku Utara yang tergabung dalam Perkumpulan Aktivis Maluku Utara menggelar aksi solidaritas, mengawal jalannya persidangan hingga usai.
Koordinator aksi, Yohanes Masudede, menilai kesaksian ahli sudah cukup membongkar kebohongan PT Position.
“Ahli sudah jelas menyebut jalan itu bukaan baru tanpa izin. Jadi jangan lagi PT Position berlindung di balik istilah jalan eksisting atau koalisi proyek. Itu siasat lama untuk menutupi pelanggaran,” tegas Yohanes di halaman pengadilan.
Ia menuding PT Position mencoba menipu publik dan penegak hukum dengan narasi kerja sama palsu dan dalih peningkatan jalan.
“Mereka ingin terlihat patuh hukum, padahal faktanya membuka hutan baru tanpa izin. Ini kejahatan lingkungan yang dibungkus legalitas palsu”, ujarnya.
Menurut Yohanes, publik Halmahera Timur sudah muak dengan pola manipulatif perusahaan tambang yang berulang kali berlindung di balik izin kerja sama.
“Kalau memang legal, tunjukkan IPPKH-nya. Jangan lempar isu sana-sini untuk menutupi fakta,”katanya.
Ia menegaskan, pihaknya akan terus mengawal sidang hingga putusan akhir.
“Ini bukan sekadar perkara satu perusahaan, tapi ujian bagi hukum lingkungan di Maluku Utara. Jika PT Position dibiarkan lolos, artinya negara tunduk pada korporasi,” tutup Yohanes dengan nada tegas.
—Tim/Red—




