FORMAPAS Desak Kejati Malut Tetapkan Tersangka Baru dalam Kasus Makan Minum dan Perjalanan Dinas WKDH

55
Kantor Kejaksaan tinggi maluku utara

JAKARTA, Corongpublik// Forum Mahasiswa Pascasarjana (FORMAPAS) Maluku Utara mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Malut segera menetapkan tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi anggaran makan minum (mami) dan perjalanan dinas Wakil Kepala Daerah (WKDH). Desakan ini muncul setelah kesaksian mengejutkan terdakwa Syahrastani, mantan bendahara pembantu Sekretariat WKDH, yang menyebut perintah pemotongan anggaran datang langsung dari mantan Wakil Gubernur M. Al Yasin Ali dan istrinya, Muttiara T. Yasin.

Sidang lanjutan kasus tersebut digelar di Pengadilan Tipikor pada PN Ternate, Selasa (26/8/2025). Dalam persidangan, Syahrastani mengaku banyak laporan pertanggungjawaban dan nota perjalanan dinas dibuat atas instruksi Muttiara. Ia juga menegaskan bahwa sebagian nota dan kwitansi yang diberikan ternyata dimanipulasi. Fakta itu terungkap setelah pihak Hotel Boulevard membantah keaslian tanda tangan dan cap dalam dokumen pembayaran.

“Semua pemotongan uang saya serahkan kepada Muttiara sesuai perintah Wakil Gubernur. Bahkan saya tidak tahu apakah nota dan kwitansi itu asli atau tidak,” ungkap Syahrastani di hadapan majelis hakim.

Ketua Umum FORMAPAS Malut, Riswan Sanun, menilai kesaksian tersebut harus dijadikan dasar kuat bagi Kejati untuk memeriksa dan menetapkan tersangka baru. Ia menegaskan, penyidikan tidak boleh berhenti hanya pada Syahrastani sebagai bendahara karena, keterangan persidangan secara jelas menyeret nama mantan Wagub dan istrinya.

“Kejati harus segera memanggil M. Al Yasin Ali dan Muttiara T. Yasin. Jangan ada tebang pilih dalam kasus ini. Fakta persidangan sudah gamblang, sehingga tidak ada alasan untuk menunda penetapan tersangka baru,” tegas Riswan.

FORMAPAS menegaskan, kasus ini menjadi ujian serius bagi aparat hukum di Maluku Utara. Mereka mengingatkan bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa yang merusak pembangunan dan ekonomi bangsa. Desakan ini, kata Riswan, sejalan dengan semangat Asta Cita poin ke-7 yang menekankan pentingnya memperkuat reformasi politik, hukum, birokrasi, serta pemberantasan korupsi dan narkoba.

“Korupsi adalah musuh bersama. Jika Kejati berani, maka kepercayaan publik terhadap hukum bisa pulih. Tapi jika ragu, publik akan menilai penegakan hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas,” pungkasnya.

_(Tim/Red)_