Formapas Malut Kecam Penganiayaan Warga Adat di Rutan Kelas IIB Soasio

74

TERNATE, Corongpublik // Dugaan penganiayaan terhadap sebelas warga adat Maba Sangaji di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IIB Soasio, Tidore Kepulauan, memicu gelombang kecaman luas. Forum Mahasiswa Pascasarjana Maluku Utara (Formapas Malut) menilai tindakan itu sebagai pelanggaran berat terhadap hukum dan nilai-nilai kemanusiaan.

Ketua Bidang Hukum dan HAM Formapas Malut, Jhonmid Rais, menyebut peristiwa tersebut sebagai bukti masih lemahnya penghormatan terhadap hak asasi manusia di lembaga pemasyarakatan.

“Tidak ada satu pun dasar hukum yang memperbolehkan petugas bertindak di luar etika profesi. Jika benar terjadi penganiayaan, maka itu pelanggaran serius terhadap nilai kemanusiaan,” tegas Jhonmid, Senin (20/10/2025).

Insiden kekerasan pertama kali dilaporkan oleh Sahil Abubakar alias Ilo, salah satu tahanan kasus penolakan tambang nikel PT Position. Sekitar pukul 12.38 WIT, Ilo sempat menghubungi tim advokasi untuk menanyakan jadwal pembebasan. Namun, tak lama berselang, ia kembali menelepon dalam keadaan panik, mengabarkan dirinya bersama Jamaluddin Badi alias Jamal dipukul oleh petugas rutan.

Menurut Wetub Toatubun dari Tim Advokasi Anti Kriminalisasi (TAKI), kekerasan tersebut tidak main-main. Jamal mengalami luka di bagian wajah, mata membengkak, dan bibir pecah. Foto yang diterima tim advokasi memperlihatkan lebam di pipi dan bekas pukulan di tubuh. Sementara Ilo dan beberapa tahanan lain turut menjadi korban dorongan dan tendangan petugas.

“Kami mendapat laporan langsung dari dalam rutan. Ini bukan asumsi. Komnas HAM dan Ombudsman harus segera turun tangan,” ujar Wetub dengan nada geram.

Sekitar pukul 12.52 WIT, suasana di dalam rutan disebut memanas. Ilo mengirim pesan singkat kepada tim advokasi “Di rutan sudah kacau, kami dipukul” Ricuh pun pecah antara petugas dan sebelas warga adat Maba Sangaji yang masih menjalani hukuman. Mereka menuntut keadilan dan perlindungan atas perlakuan brutal tersebut.

Menanggapi hal itu, Kepala Rutan Soasio, David Lekatompessy, tidak menampik adanya insiden. Namun, ia mencoba mengecilkan peristiwa tersebut.

“Iya, memang ada pemukulan terhadap Jamal karena salah paham. Hanya satu orang saja,” ujarnya singkat.

David bahkan mengklaim bahwa Jamal lebih dulu menyerang petugas. Pernyataan ini justru menimbulkan tanda tanya publik, jika hanya satu tahanan yang terlibat, mengapa suasana di dalam rutan berubah ricuh dan sebelas orang dituding melakukan perlawanan?

David berjanji akan melakukan pemeriksaan internal terhadap petugas yang diduga terlibat.

“Jika terbukti bersalah, akan diberi sanksi administratif,” katanya.

Namun, janji itu terdengar hanya basa-basi bagi publik yang sudah muak dengan praktik kekerasan berulang di lembaga pemasyarakatan.

Formapas Malut menegaskan bahwa lembaga pemasyarakatan bukan tempat penyiksaan, melainkan sarana pembinaan dan reintegrasi sosial. Dugaan penganiayaan terhadap warga adat ini, kata Jhonmid Rais, menjadi tamparan keras bagi wajah reformasi hukum di Indonesia.

“Kami mendesak Kemenkumham Maluku Utara segera melakukan investigasi menyeluruh, transparan, dan akuntabel,” serunya.

Formapas Malut juga meminta pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan lembaga pengawas untuk menindak tegas oknum yang terlibat serta menjamin keselamatan seluruh tahanan, khususnya warga adat Maba Sangaji.

“Negara harus hadir. Setiap warga negara, termasuk warga adat, berhak diperlakukan manusiawi sesuai konstitusi,” tegas Jhonmid menutup pernyataannya.

—Tim/Red—