FORMAPAS Soroti Dugaan Ilegal Mining dan Suap Izin Tambang oleh PT. Smart Marsindo

54

Jakarta, Corong Publik// Forum Mahasiswa Pascasarjana Maluku Utara (FORMAPAS MALUT) Jabodetabeka-Banten menyoroti dugaan praktik pertambangan ilegal dan suap dalam pemberian izin usaha pertambangan (IUP) oleh PT. Smart Marsindo yang beroperasi di Pulau Gebe, Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara.

Perusahaan ini dipimpin oleh Shanty Alda Nathalia, yang juga tercatat sebagai Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Dapil Jawa Tengah. FORMAPAS menduga bahwa PT. Smart Marsindo memperoleh izin pertambangan melalui prosedur yang menyimpang dari ketentuan hukum yang berlaku.

“Dari kasus suap yang menyeret almarhum AGK, terungkap bahwa Shanty Alda Nathalia disebut memberikan uang sebesar Rp250 juta dalam rangka mengurus perizinan,” kata Alfian Sangaji, Sekretaris Bidang ESDM FORMAPAS. Pernyataan ini mengacu pada fakta dalam putusan perkara tindak pidana korupsi nomor 11/Pid.Sus-TPK/2024/PN Ternate.

Dalam kesaksiannya, Shanty mengaku pernah bertemu langsung dengan AGK di Hotel Bidakara, Jakarta, untuk menyampaikan keluhan terkait proses perizinan, termasuk upayanya mendapatkan tanda tangan dari Kepala Dinas Kehutanan Maluku Utara saat itu, Muhammad Sukurlila. Uang tersebut, menurut pengakuan Shanty, diserahkan melalui stafnya kepada Deden Sobadri, yang kala itu dikenal sebagai orang dekat AGK.

Meskipun belum ada proses hukum yang menyatakan Shanty Alda Nathalia bersalah, FORMAPAS menilai pengakuan tersebut cukup menjadi dasar untuk mendorong investigasi lebih lanjut oleh aparat penegak hukum dan lembaga negara terkait.

Ketua Umum FORMAPAS MALUT, Riswan Sanun, menambahkan bahwa aktivitas PT. Smart Marsindo turut menyebabkan kerusakan lingkungan di Pulau Gebe. “Kami mendesak agar pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian ESDM dan KLHK, segera melakukan investigasi menyeluruh atas perizinan dan dampak ekologis yang ditimbulkan oleh perusahaan tersebut,”tegas Riswan.

Riswan juga menyampaikan dukungannya terhadap langkah Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) yang telah dua kali melayangkan surat peringatan administratif kepada PT. Smart Marsindo karena belum memenuhi kewajiban penempatan Jaminan Reklamasi. Hal itu tertuang dalam Surat Nomor B-727/MB.07/DJB.T/2025 tanggal 16 Mei 2025, setelah sebelumnya perusahaan mendapat peringatan pertama pada 10 Desember 2024.

FORMAPAS berkomitmen untuk melanjutkan advokasi mereka dengan mendatangi Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup, dan Satgas Minerba. Mereka juga berencana menyampaikan laporan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar membuka kembali kasus suap tambang yang melibatkan mendiang AGK, termasuk potensi keterlibatan Shanty Alda Nathalia.

“Kami ingin semua pihak yang terlibat diusut tuntas tanpa pandang bulu. Negara tidak boleh kalah oleh kepentingan korporasi yang merusak lingkungan dan hukum,” pungkas Riswan.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari PT. Smart Marsindo maupun dari Shanty Alda Nathalia terkait tudingan yang disampaikan FORMAPAS.(Tim/Red)*