JAKARTA, Corongpublik// Pengurus Pusat Forum Mahasiswa Pascasarjana (PP Formpas) Maluku utara melayangkan ultimatum keras kepada Rektor Universitas Khairun (Unkhair) Ternate agar segera mencopot Wakil Dekan III Fakultas Hukum, Dr. Amriyanto, yang diduga terlibat dalam insiden pemukulan terhadap Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unkhair.
Desakan ini disampaikan langsung oleh Sekretaris Bidang Pembinaan Anggota dan Aparatur Organisasi Riski S. Jauhar, yang juga dikenal sebagai mantan Presiden BEM Fakultas Teknik Unkhair periode 2022-2023. Ia menegaskan bahwa tindak kekerasan, siapa pun pelakunya, tidak dapat dibenarkan dalam ranah hukum Indonesia terlebih jika terjadi di lingkungan akademik.
“Peristiwa pemukulan oleh siapapun kepada siapapun tidak dibenarkan dalam Undang-Undang di Indonesia, apalagi di wilayah akademis seperti kejadian yang menimpa Presiden BEM Unkhair” tegas Riski kepada wartawan di Jakarta, Kamis (23/10/25).
Menurutnya, tindakan kekerasan di ruang pendidikan merupakan bentuk pelanggaran etika sekaligus cermin kemunduran moral civitas akademika.
“Kami sangat prihatin atas dugaan tindakan kekerasan fisik yang dialami oleh Presiden BEM Universitas Khairun Ternate” ujarnya dengan nada kecewa.
Insiden yang menyeret nama Dr. Amriyanto ini disebut terjadi di area kampus Unkhair. Dugaan tersebut langsung menyulut gelombang kecaman dari mahasiswa, alumni, hingga pegiat pendidikan tinggi yang menilai peristiwa ini mencoreng marwah dunia akademik.
Para alumni menilai, kampus seharusnya menjadi ruang yang menjunjung tinggi nilai-nilai intelektualitas, etika akademik, dan dialog demokratis. Karena itu, segala bentuk kekerasan, baik fisik maupun verbal, tidak boleh dibiarkan menjadi budaya baru di lingkungan pendidikan.
Riski menegaskan, dunia kampus bukan arena adu otot, melainkan tempat berkembangnya gagasan kritis dan perbedaan pandangan yang sehat.
“Tindakan kekerasan dalam bentuk apa pun tidak dapat dibenarkan di dunia pendidikan tinggi yang seharusnya menjadi tempat tumbuhnya nalar kritis, kebebasan berpendapat, dan penghormatan terhadap perbedaan pandangan” katanya.
Lebih jauh, ia menjelaskan dasar hukum yang mengatur tindakan pemukulan dalam sistem hukum nasional. “Pelaku kekerasan mengenai tindakan pemukulan sendiri merupakan delik penganiayaan. Delik ini diatur dalam Pasal 351 dan Pasal 352 KUHP. Namun” terang Riski.
Informasi yang dihimpun dari pihak korban menyebutkan, peristiwa bermula dari pertemuan antara Presiden BEM Unkhair dan Dr. Amriyanto untuk membahas pembentukan BEM Fakultas Hukum. Namun, suasana diskusi yang awalnya kondusif mendadak berubah menjadi konfrontasi emosional.
Dalam ketegangan itu, Dr. Amriyanto diduga tersulut emosi dan melayangkan empat kali pukulan ke arah lengan Presiden BEM Unkhair, sebelum meninggalkan lokasi tanpa memberikan penjelasan. Kejadian ini menimbulkan trauma sekaligus kemarahan di kalangan mahasiswa.
Riski kembali menegaskan, kekerasan dalam bentuk apa pun tidak memiliki tempat di lingkungan akademik yang seharusnya mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan dan keilmuan.
“Kekerasan, baik fisik, verbal, maupun psikologis, tidak memiliki tempat di lingkungan akademik” tegasnya.
Menutup pernyataannya, Riski memberi ultimatum keras kepada Rektor Unkhair agar bertindak cepat dan transparan dalam menangani kasus ini.
‘Jika lambat dan tidak transparan, maka kami akan mengkonsolidasikan seluruh mahasiswa untuk turun tangan dan menyelesaikan dengan cara mereka” ancamnya.
—Tim/Red—




