FORMAT-PRAGA Malut Geruduk KPK dan Kementerian ESDM, Desak Audit Tambang PT Position di Haltim

8

JAKARTA, corongpublik.com- Suara dari timur Indonesia menggema di jantung ibu kota. Senin (11/8), puluhan mahasiswa dan pemuda asal Maluku Utara yang tergabung dalam Front Mahasiswa Maluku Utara Pro Warga Maba Sangaji (FORMAT-PRAGA) menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK RI) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Aksi ini menjadi lanjutan dari langkah mereka sebelumnya yang telah lebih dulu menyambangi Kejaksaan Agung RI, Jumat (8/8/2025), untuk menyerahkan sejumlah dokumen terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan perusahaan tambang PT Position di wilayah Halmahera Timur.

Dengan iring-iringan 20 mikrolet, massa aksi datang membawa satu pesan tegas usut tuntas aktivitas tambang PT Position yang dinilai merugikan masyarakat adat Maba Sangaji, mencemari lingkungan, dan memicu konflik sosial.

Di depan Gedung KPK RI, Koordinator aksi, Alfian Sangaji, menyuarakan keresahan masyarakat yang selama ini, menurutnya, hanya menjadi korban di atas tanahnya sendiri.

“PT Position tak hanya merusak lingkungan, tapi juga merampas tanah adat dan menjerat warga dengan kriminalisasi. Kami minta negara turun tangan, kirim tim investigasi ke Halmahera Timur, audit semua aktivitas PT Position, dan cabut izinnya!” tegas Alfian dalam orasinya.

Alfian juga menyinggung momentum menjelang peringatan HUT ke-80 Kemerdekaan RI, sebagai pengingat bahwa kemerdekaan seharusnya bukan hanya menjadi seremonial, tapi hadir nyata dalam kehidupan rakyat, terutama masyarakat adat.

Setelah menyampaikan berkas laporan ke KPK, massa bergerak ke kantor Kementerian ESDM. Di sana, Riswan Sanun, Ketua FORMAPAS Malut Jabodetabek-Banten, menyuarakan tuntutan yang lebih tajam.

Menurutnya, kerusakan lingkungan dan penderitaan masyarakat tidak lepas dari keberpihakan elite lokal kepada kepentingan korporasi.

“Kami menduga kuat keterlibatan pejabat daerah, termasuk Sekda Halmahera Timur Ricky Chairul Richfat dan Bupati Haltim dalam pembiaran eksploitasi tambang yang merugikan warga. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia selalu mengklaim dirinya orang timur, tapi di mana keberpihakannya saat rakyatnya dikriminalisasi oleh oligarki tambang?” sindir Riswan.

Ia menegaskan bahwa mereka bukan anti tambang, tetapi menolak praktik tambang yang menindas masyarakat dan hanya menguntungkan elite.

“Tambang seharusnya menyejahterakan. Tapi yang kami lihat, warga Maluku Utara justru perlahan dibunuh air sungai tercemar, hutan rusak, tanah adat diserobot, dan masyarakat dikriminalisasi,” ujarnya lantang.

Aksi ini juga menyoroti proses hukum yang sedang berjalan. Reza Asyadik, salah satu orator aksi, mendesak Kejaksaan Agung untuk melakukan supervisi langsung terhadap sidang warga adat Maba Sangaji yang saat ini berlangsung di Pengadilan Negeri Soasio, Tidore Kepulauan.

“Kami tidak percaya proses hukum yang berjalan tanpa pengawasan. Jangan sampai hukum hanya tajam ke bawah. Kami minta Kejagung turun langsung, pastikan tidak ada permainan,” tegas Reza.

“Ketika tambang justru melahirkan kemiskinan, konflik, dan kriminalisasi, maka pertanyaan paling mendasar harus dijawab oleh negara untuk siapa sebenarnya kekayaan alam ini dikelola?,” Tanya Reza sambil menutup orasinya

Aksi di Kementerian ESDM sempat memanas. Massa yang sejak siang menunggu, berharap bisa menyampaikan aspirasi secara langsung kepada Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, namun hingga aksi bubar, tak ada satu pun pejabat yang menemui mereka.

Meski sempat terjadi ketegangan, aksi tetap berlangsung kondusif hingga massa membubarkan diri.

Aksi digelar oleh FORMAT-PRAGA menjadi sinyal bahwa jeritan masyarakat adat dari pelosok negeri tak bisa terus-menerus diabaikan. PT Position dituding bukan hanya mengeksploitasi alam, tetapi juga mengeksploitasi hak dasar warga.(Tim/Red)*