GPM Desak Inspektur Tambang Hentikan Tambang PT. KW Milik Gubernur Sherly

83
Ketua DPD GPM Maluku Utara, Sartono Halek

TERNATE, Corongpublik// Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) Maluku Utara mendesak Inspektur Tambang dan Pemerintah Daerah agar segera mengeluarkan rekomendasi penghentian aktivitas pertambangan PT Karya Wijaya di Pulau Gebe, Halmahera Tengah. Desakan ini muncul lantaran perusahaan tersebut diduga melakukan aktivitas tambang tanpa izin lengkap dan melanggar aturan kehutanan maupun kelautan.

Perusahaan dengan konsesi awal seluas 500 hektare itu bahkan pada 2025 diperluas menjadi 1.145 hektare, meliputi wilayah Halmahera Tengah dan Halmahera Timur, dengan izin berlaku hingga 2036. Namun, keabsahan izin dan tata batas wilayah kerja PT Karya Wijaya dinilai bermasalah.

Ketua DPD GPM Maluku Utara, Sartono Halek, menegaskan PT Karya Wijaya belum menyelesaikan kewajiban administratif seperti penetapan tata batas area kerja yang seharusnya disampaikan ke Kementerian ESDM.

“Perusahaan ini diduga membuka tambang di luar area IUP yang berlaku, sehingga saat ini sedang ditangani Satgas PKH,” ujarnya.

Selain itu, PT Karya Wijaya juga terseret konflik hukum terkait izin usaha pertambangan (IUP) dengan PT Fajar Bakti Lintas Nusantara (FBLN). Awalnya, IUP dimiliki oleh FBLN, namun dicabut oleh Kementerian ESDM. Setelah mengajukan banding, FBLN menang di pengadilan. Kondisi ini menimbulkan keraguan atas dasar perizinan PT Karya Wijaya yang semestinya belum bisa beroperasi.

Persoalan serupa juga pernah diungkapkan oleh Dirjen Panologi Kementerian Kehutanan. Saat kunjungan kerja bersama Komisi IV DPR RI di Maluku Utara, pejabat kementerian mengingatkan pentingnya kepastian hukum dan tata kelola perizinan tambang agar tidak merugikan masyarakat maupun lingkungan.

GPM Maluku Utara menilai PT Karya Wijaya telah melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 dan UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K). Pasal 35 huruf K secara tegas melarang penambangan mineral di pulau kecil yang berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan, pencemaran, atau kerugian bagi masyarakat.

Larangan tersebut bahkan diperkuat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023 yang menegaskan perlunya perlindungan pulau-pulau kecil dari kerusakan permanen serta menjaga keberlanjutan sumber daya alam. Atas dasar ini, aktivitas PT Karya Wijaya di Pulau Gebe dinilai jelas bertentangan dengan hukum.

Tak hanya itu, perusahaan dengan kepemilikan saham mayoritas oleh Gubernur Maluku Utara, Sherli Djuanda, juga diduga belum menyetor kewajiban dana reklamasi pascatambang. Dana tersebut merupakan syarat utama yang harus dipenuhi setiap perusahaan tambang sebelum beroperasi.

“Karena itu, kami akan melakukan aksi demonstrasi untuk mengawal kasus ini hingga IUP PT Karya Wijaya benar-benar dicabut. Aktivitas tambang ilegal ini tidak boleh dibiarkan karena merugikan masyarakat dan melanggar hukum,” tegas Sartono Halek menutup pernyataannya.(Tim/Red)