TERNATE, Corongpublik.com- Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) Maluku Utara menggelar aksi demonstrasi untuk menyambut kedatangan rombongan Kejaksaan Agung ke Maluku Utara. Aksi tersebut rencananya akan digelar di depan Kantor Kejaksaan Tinggi Maluku Utara, Jalan Jacob Mansur, Kota Ternate, Senin, 16 Juni 2025.
Ketua GPM Maluku Utara, Sartono Halek, menyatakan bahwa aksi ini merupakan bentuk protes atas mandeknya penanganan sejumlah perkara korupsi yang menyeret nama Sekretaris Daerah (Sekda) Halmahera Timur, Ricky Caherul Richfat. “Kami menuntut Kejati memanggil dan memeriksa Ricky, yang kami nilai memainkan peran sentral dalam lingkaran korupsi birokrasi daerah,” ujar Sartono.
Ricky, yang juga menjabat sebagai Ketua Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Halmahera Timur, diduga kuat terlibat dalam kasus suap terkait revisi tata ruang untuk kepentingan perusahaan tambang, PT Forward Matrix Indonesia (FMI). Posisi strategis Ricky disebut dimanfaatkan untuk menjalin kompromi dengan kepentingan korporasi, mengorbankan kepentingan publik.
“Ini bukan sekadar tuduhan. Kami memiliki bukti yang memperkuat dugaan adanya transaksi gelap antara Ricky dan pihak perusahaan,” kata Hartono, orator aksi yang juga Ketua GPM Malut. Ia menyebut praktik ini sebagai pola korupsi lama yang terus dilanggengkan demi kepentingan segelintir elit birokrasi.
GPM juga menyoroti dugaan penyelewengan Dana Insentif Daerah (DID) tahun anggaran 2017–2018. Dana puluhan miliar rupiah itu disinyalir dikorupsi oleh sejumlah pejabat Pemkab Halmahera Timur, termasuk Ricky. “Negara tak boleh terus membiarkan maling berdasi merampok uang rakyat di siang bolong,” seru Hartono di hadapan massa aksi.
Aksi protes GPM tak berhenti di situ. Mereka menyoroti pula sederet skandal lain, mulai dari dugaan penyalahgunaan dana penanganan Covid-19 senilai Rp28 miliar, penyelundupan 90 ribu ton ore nikel ilegal, hingga praktik kejahatan lingkungan oleh perusahaan tambang yang beroperasi tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP).
“Kerugian negara menggunung, tapi penegakan hukum berjalan seperti siput. Sementara rakyat terus dicekik oleh dampak dari korupsi ini,” kata Hartono dengan nada lantang.
GPM juga menyinggung proyek pembangunan asrama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Halmahera Timur yang dananya bersumber dari APBD. Proyek tersebut diduga bermasalah dan kembali menyeret nama Ricky Caherul Richfat, yang dinilai memiliki kendali kuat atas proses perencanaan dan pelaksanaannya.
“Kami mencium aroma busuk korupsi di proyek itu. Ini harus dibongkar secara menyeluruh,” tegas Hartono. Ia mengingatkan bahwa krisis kepercayaan terhadap hukum telah mencapai titik nadir.
“Jika hukum terus bungkam, rakyat akan menyimpulkan bahwa keadilan hanyalah milik elite. Negara tidak boleh jadi penonton. Negara harus hadir sebagai penjamin keadilan sosial,” katanya.
Hingga berita ini diturunkan, redaksi belum berhasil memperoleh konfirmasi atau tanggapan dari Ricky Caherul Richfat terkait berbagai tudingan yang dilayangkan kepadanya. GPM memastikan akan terus mengawal kasus-kasus tersebut dan mendesak Kejaksaan Agung serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera turun tangan langsung ke Halmahera Timur.