GPM Desak Kejati Usut Dugaan Korupsi Sekda Halmahera Timur

13

TERNATE– Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) Maluku Utara kembali turun ke jalan. Di depan kantor Kejaksaan Tinggi Maluku Utara, Jalan Jacob Mansur, Kota Ternate, pada Rabu, 25 Juni 2025, massa aksi menyerukan desakan tegas Kejaksaan Segera memeriksa Sekretaris Daerah Halmahera Timur, Ricky Caherul Richfat, yang dituding terlibat dalam berbagai kasus korupsi dan penyalahgunaan jabatan.

Aksi tersebut, menurut Ketua GPM Maluku Utara, Sartono Halek, merupakan bentuk protes atas mandeknya penanganan perkara yang menyeret nama Ricky. Ia menyebut Kejati Maluku Utara terkesan menutup telinga terhadap berbagai laporan dan keresahan publik. “Kami menilai Kejaksaan Tinggi sudah stelan cuek alias stecu terhadap suara rakyat yang kami suarakan berkali-kali,” ujar Sartono.

Nama Ricky, yang juga menjabat sebagai Ketua Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Halmahera Timur, mencuat dalam dugaan suap revisi tata ruang untuk kepentingan perusahaan tambang, PT Forward Matrix Indonesia (FMI). GPM menilai posisinya di lembaga strategis itu dimanfaatkan untuk membangun kompromi dengan korporasi, mengorbankan kepentingan masyarakat luas.

“Ini bukan sekadar tudingan kosong. Kami memiliki bukti yang mengindikasikan adanya transaksi gelap antara Ricky dan pihak perusahaan,” kata Hartono, orator aksi yang juga Ketua GPM Maluku Utara. Menurutnya, praktik ini merupakan pola korupsi lama yang terus dilestarikan oleh elite birokrasi demi keuntungan pribadi.

Tak hanya itu. Orator lainnya, Jainal Ilyaz, menyoroti dugaan penyelewengan Dana Insentif Daerah (DID) tahun 2017-2018. Dana puluhan miliar rupiah itu diduga dikorupsi oleh pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Halmahera Timur. “Negara tak boleh membiarkan maling berdasi merampok uang rakyat di siang bolong,” kata Jainal lantang.

Aksi GPM juga menyinggung sederet skandal lain yang melibatkan pejabat daerah. Mulai dari dugaan penyalahgunaan dana penanganan Covid-19 sebesar Rp28 miliar, penyelundupan 90 ribu ton ore nikel ilegal, hingga kejahatan lingkungan oleh perusahaan tambang yang beroperasi tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP).

“Kerugian negara menggunung, tapi hukum berjalan seperti siput. Sementara rakyat terus dicekik oleh dampak korupsi,” ujar Hartono.

GPM juga mengendus dugaan korupsi dalam proyek pembangunan asrama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Halmahera Timur, yang dananya bersumber dari APBD. Ricky disebut memiliki kendali kuat atas proses perencanaan dan pelaksanaan proyek yang dinilai janggal tersebut. “Kami mencium aroma busuk korupsi di proyek itu. Ini harus dibongkar total,” kata Hartono.

Ia menambahkan, krisis kepercayaan terhadap lembaga hukum telah mencapai titik nadir. “Jika hukum terus bungkam, rakyat akan menyimpulkan bahwa keadilan hanya milik elite. Negara tidak boleh jadi penonton. Negara harus hadir sebagai penjamin keadilan sosial,” ujarnya menutup orasi.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari Ricky Caherul Richfat maupun pihak Kejaksaan Tinggi Maluku Utara terkait berbagai tudingan tersebut. GPM menyatakan akan terus mengawal kasus ini dan mendesak Kejaksaan Agung serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk turun langsung menyelidiki kasus-kasus di Halmahera Timur.(Red)