
TERNATE, 2 Juli 2025 – Koordinator Wilayah Forum Strategis Pembangunan Nasional (Korwil-Fores), Maluku Utara menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Kejaksaan Tinggi Maluku Utara, Rabu (2/7). Mereka menyoroti proyek pembangunan Rumah Sakit Pratama (RSP) Halmahera Barat senilai Rp 42,9 miliar yang diduga mangkrak dan sarat praktik korupsi.
Dalam orasinya, Koordinator Aksi, Juslan J. Hi Latif, menyebut proyek strategis yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) APBN 2024 melalui Kementerian Kesehatan RI itu gagal dilaksanakan sebagaimana mestinya. Masalah bermula dari keputusan sepihak Bupati Halmahera Barat, James Uang, yang memindahkan lokasi pembangunan rumah sakit dari Kecamatan Loloda ke Kecamatan Ibu.
“Pemindahan lokasi dilakukan tanpa dasar teknis yang sah. Padahal, hasil verifikasi kementerian menyatakan lokasi baru tidak memenuhi standar teknis,” tegas Juslan di tengah aksi.
Proyek ini dikerjakan oleh PT Mayasa Mandala Putra. Juslan menyebut pemindahan lokasi itu terekam dalam surat resmi Bupati Halbar Nomor: 645.3/47/2024 tertanggal 25 Maret 2024 dan Nota Dinas Nomor: PR.01.01/D.12/0731/2024 tertanggal 29 April 2024.
Menurut Juslan, tindakan Bupati tersebut berpotensi melanggar sejumlah regulasi penting, termasuk UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN, serta UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Ini bentuk penyalahgunaan wewenang. Kami nilai telah melanggar prinsip perencanaan pembangunan nasional dan pengelolaan keuangan negara,” lanjut Juslan.
Tak hanya soal pemindahan lokasi, Fores juga menyoroti pencairan dana yang dianggap janggal. Berdasarkan data dari aplikasi Krisna dan Omspan, pada 28 Oktober 2024 telah dicairkan dana sebesar Rp 12,5 miliar. Anehnya, dokumen resmi saat itu masih mencantumkan lokasi proyek di Loloda, bukan di Kecamatan Ibu.
“Administrasinya tidak diperbarui meski lokasi sudah bergeser. Ini fatal, karena dana publik digunakan tanpa kejelasan legalitas dan transparansi,” ujar Juslan.
Selain itu, anggaran perencanaan senilai Rp 900 juta yang telah dicairkan juga diduga masih menggunakan dokumen dengan lokasi lama, sehingga memperbesar potensi kerugian negara.
Fores dengan tegas mendesak Kejaksaan Tinggi Maluku Utara untuk segera mengusut tuntas kasus ini. Mereka juga menyebut kasus ini telah menjadi atensi Kejaksaan Agung RI.
(Jurnalis: Yudi/Red)