GPM Nilai PT Karya Wijaya Tantang Tim Mantan Istri Prabowo

59

TERNATE, Corongpublik// Polemik dugaan tambang ilegal yang menyeret nama PT Karya Wijaya kembali mengemuka dan memantik kontroversi di Maluku Utara. Persoalan ini mencuat usai pernyataan Anggota Komisi IV DPR RI, Rajiv, yang menegaskan bahwa perusahaan tersebut belum layak beroperasi lantaran belum memperoleh penetapan batas areal kerja.

Bantahan terhadap temuan Tim Kunjungan Kerja DPR RI dan Kementerian Kehutanan, yang kala itu dipimpin oleh mantan istri Presiden Prabowo, menjadi isu hangat di kalangan publik Maluku Utara. tidak keruan pernyataan yang saling bertolak belakang membuat perdebatan semakin tajam.

Direktur Kajian & Riset Perlindungan Kawasan Hutan & Laut, Fathoni Chandra, langsung menepis tudingan ilegal tersebut. Ia menyebut PT Karya Wijaya memiliki izin usaha yang sah dan tidak pernah melakukan aktivitas tambang tanpa perizinan.

“PT Karya Wijaya memiliki izin usaha yang sah dan tidak pernah melakukan penambangan tanpa perizinan,” tegasnya. Pernyataan itu dianggap sebagai klarifikasi atas tuduhan yang muncul dalam forum DPR RI bersama Kementerian beberapa pekan lalu di Ternate.

Namun, Rajiv justru menegaskan hal sebaliknya. Ia mengaku telah melaporkan dugaan pelanggaran PT Karya Wijaya ke Dirjen Gakkumdu. “(Terkait dugaan penambangan ilegal) saya sudah kirim ke Dirjen Gakkumdu apakah bupati di daerah mengetahui PT ini atau tidak,” ujar Rajiv saat kunjungan kerja di Royal Resto, Ternate.

Ketua DPD Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) Maluku Utara, Sartono Halek, ikut menyampaikan pandangan keras. Ia menilai pernyataan Fathoni yang menyebut pemberitaan menyesatkan publik justru berbahaya karena sama saja meragukan kredibilitas lembaga negara.

“Apa ia penyampaian DPR RI waktu melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Maluku Utara itu tidak benar ya?” sindirnya.

Sartono juga mengingatkan bahwa kunjungan tersebut dipimpin langsung oleh Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda, yang saat forum berlangsung tampak hanya mengelus dada. Publik semakin menyoroti kasus ini karena PT Karya Wijaya diketahui merupakan perusahaan yang memiliki hubungan erat dengan orang nomor satu di Maluku Utara.

Dalam forum resmi itu, Dirjen Planologi Kementerian Kehutanan, Ade Tri Ajikusumah, menegaskan bahwa PT Karya Wijaya memang telah memperoleh PPKH seluas 100 hektare. Namun, ia menambahkan, hingga kini penetapan batas areal kerja perusahaan belum juga tuntas.

“Proses penetapan batas areal kerja yang dilakukan PT Karya Wijaya pun tertunda karena adanya aktivitas tambang di luar wilayah IUP, yang kini sedang ditangani oleh Satgas PKH dengan keterlibatan Kementerian,” ungkapnya.

Ade lebih jauh menjelaskan bahwa penerbitan PPKH otomatis membawa kewajiban perusahaan untuk menata batas dan melakukan perhitungan baseline. Sayangnya, kewajiban itu sampai sekarang tidak dijalankan PT Karya Wijaya. Kondisi ini memperkuat dugaan bahwa aktivitas tambang perusahaan telah menyalahi aturan.

Tak hanya itu, konflik lahan dengan PT Fajar Bhakti Lintas Nusantara ikut memperkeruh keadaan. “Dulu, IUP PT Fajar Bhakti Lintas Nusantara dicabut oleh Kementerian ESDM, kemudian PT Karya Wijaya masuk. Namun, PT Fajar Bhakti mengajukan banding ke pengadilan dan menang. Persoalan ini masih berada dalam konteks hukum yang seharusnya ditangani oleh Kementerian ESDM,” jelas Sartono mengutip penjelasan Dirjen Planologi.

Meski demikian, Fathoni Chandra kembali bersikeras bahwa PT Karya Wijaya beroperasi sesuai aturan. Ia menampik tuduhan adanya aktivitas ilegal di Pulau Gebe, Halmahera Tengah. Namun, klaim itu justru menimbulkan tanda tanya besar di kalangan masyarakat sipil. “Aneh juga, sih,” tutup Sartono. Kontroversi ini semakin memanas, menyingkap tarik-menarik kepentingan antara DPR, pemerintah daerah, dan perusahaan tambang besar di Maluku Utara. (Tim/Red)