TERNATE, Corongpublik// Gerakan Pemuda Marhaen (GPM) Maluku Utara menantang Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara untuk menuntaskan penyelidikan dugaan penyalahgunaan anggaran tunjangan perumahan DPRD Malut sebesar Rp 60 juta per anggota. GPM menilai tunjangan tersebut tidak masuk akal dan berpotensi adanya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Ketua DPD GPM Malut, Sartono, menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas. Ia mendesak Kejati segera memanggil dan memeriksa Plt Kepala Dinas Pendidikan sekaligus Sekretaris DPRD Malut, Abubakar Abdula, yang dinilai memiliki peran strategis dalam penyusunan anggaran tersebut.
“Angka Rp 60 juta per orang sangat mencurigakan. Kami mendesak Kajati membongkar siapa saja yang bermain di balik tunjangan ini. Jangan sampai Kejati kehilangan taring di hadapan rakyat,” tegas Sartono saat ditemui di salah satu warung kopi di Ternate.
Selain menyoroti dugaan korupsi, Sartono juga menilai rangkap jabatan Abubakar Abdula sebagai Kadis Pendidikan dan Sekwan DPRD Malut merupakan bentuk konflik kepentingan yang mengancam efektivitas pemerintahan.
“Bagaimana mungkin satu orang memegang dua jabatan strategis? Ini bisa mengaburkan fungsi pengawasan dan memunculkan potensi penyalahgunaan wewenang. Jika ingin menjadi Kadis Pendidikan, maka lepaskan jabatan Sekwan,” ujarnya.
GPM juga menuding bahwa Sekda Malut, Drs. Samsuddin A. Kadir, turut bertanggung jawab karena ikut menandatangani anggaran tersebut. Menurut Sartono, hal ini menunjukkan lemahnya sistem pengawasan dan transparansi dalam pengelolaan keuangan daerah.
“Kejati harus mengungkap motif di balik tunjangan fantastis Rp 60 juta ini. Kami ingin melihat sejauh mana komitmen Kajati baru dalam memberantas KKN di Maluku Utara, karena hingga kini prestasi Kejati dalam menangani kasus korupsi masih minim,” tandasnya.
Sartono juga menyinggung kondisi ekonomi daerah yang belum stabil dan angka kemiskinan yang masih tinggi. Dalam situasi tersebut, DPRD justru dinilai mengalokasikan anggaran besar untuk tunjangan kemewahan yang tidak berpihak pada rakyat.
“Tunjangan perumahan saja sudah sangat besar, belum lagi tunjangan transportasi dan gaji. Kami menduga 45 persen APBD selama beberapa tahun terakhir hanya dinikmati segelintir elit DPRD,” ungkapnya.
Ia menambahkan, GPM berharap dengan kehadiran Kajati baru, seluruh kedok anggaran DPRD dapat dibongkar secara terbuka.
“Tidak ada alasan menutupi. Semua harus transparan dan akuntabel. Rakyat Maluku Utara berhak tahu ke mana uang mereka dialokasikan,” kata Sartono dengan nada tegas.
Di akhir pernyataannya, Sartono juga menyoroti kebijakan Gubernur Malut yang mengangkat Abubakar Abdula sebagai Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Ia menilai keputusan itu menimbulkan tanda tanya besar.
“Ada apa di balik pengangkatan ini? Abubakar disebut-sebut sebagai “Gubernur Kecil” di era pemerintahan Sherly-Sarbin. Kami mendesak Gubernur mengevaluasi jabatan rangkapnya demi memastikan pemerintahan yang bersih dan berwibawa,” pungkasnya.
—Tim/Red—




