TERNATE, Corongpublik // Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Pemuda Marhaenis (DPD GPM) Maluku Utara mendesak Badan Pengendali Lingkungan Hidup (Bapedal) dan Inspektur Tambang menjatuhkan sanksi hukum terhadap PT Karya Wijaya dan PT Anugrah Sukses Mining (ASM). Desakan itu disuarakan dalam aksi demonstrasi di sejumlah titik di Kota Ternate, Selasa (30/9/2025).
Ketua DPD GPM Malut, Sartono Halek, dalam orasinya menuntut pemerintah daerah bersama Inspektur Tambang untuk segera menghentikan aktivitas pertambangan PT Karya Wijaya di Pulau Gebe, Halmahera Tengah. Perusahaan tersebut diketahui mengantongi konsesi seluas 500 hektare yang diperluas menjadi 1.145 hektare pada 2025, dengan izin berlaku hingga 2036.
Menurut Sartono, PT Karya Wijaya diduga tidak memiliki dokumen izin lengkap serta belum memenuhi kewajiban tata batas area kerja yang harus dilaporkan ke Kementerian ESDM. Perusahaan itu bahkan diduga melakukan aktivitas tambang di luar area Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang kini tengah ditangani Satgas PHK. Selain itu, konflik IUP dengan PT Fajar Bakti Lintas Nusantara (FBLN) kian memperkeruh legalitas operasi Karya Wijaya.
“Pelayanan pemerintah kepada masyarakat adalah amanat konstitusi. Sayangnya, dalam praktiknya, justru banyak terjadi penyimpangan, terutama di sektor tambang dan lingkungan. Ini menjadi perhatian publik di Maluku Utara,”ujar Sartono.
Ia menambahkan, persoalan serupa pernah diungkapkan oleh pejabat Kementerian Kehutanan dalam kunjungan kerja bersama Komisi IV DPR RI ke Maluku Utara. Dalam diskusi tersebut, pemerintah pusat menegaskan pentingnya kepatuhan perusahaan tambang terhadap aturan izin dan lingkungan.
Selain itu, PT Karya Wijaya juga dituding melanggar Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 27 Tahun 2007 terkait larangan pertambangan di pulau kecil. Larangan tersebut ditegaskan kembali melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 35/PUU-XXI/2023 yang menekankan perlindungan pulau kecil dari kerusakan permanen.
Perusahaan dengan mayoritas saham diduga dimiliki Gubernur Maluku Utara, Sherli Djuanda, itu pun menjadi wacana nasional, karena belum menyetor dana reklamasi pasca tambang.
GPM Malut juga menyoroti aktivitas PT Anugrah Sukses Mining (ASM) yang beroperasi di Pulau Gebe. Perusahaan eksplorasi nikel tersebut dituding beroperasi tanpa izin lengkap dan tidak terdaftar di sistem Mineral One Data Indonesia (MODI), sehingga melanggar UU No. 3 Tahun 2020 tentang Minerba dan PP No. 96 Tahun 2021.
ASM juga dituduh belum memenuhi kewajiban tata batas area kerja serta belum menyetorkan dana reklamasi pasca tambang. Karena itu, GPM mendesak Kementerian ESDM segera mencabut IUP perusahaan tersebut agar kerusakan lingkungan tidak semakin meluas.
“Bapedal dan Inspektur Tambang jangan lagi berdiam diri. Kami mendesak keduanya segera merekomendasikan sanksi hukum tegas untuk PT Karya Wijaya dan PT ASM,”tegas Sartono. (Tim/Red)