TERNATE, Corongpublik// Kepemilikan 71 persen saham PT Karya Wijaya oleh Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda dinilai melanggar Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Undang-Undang Minerba. Dugaan konflik kepentingan ini bukan hanya berpotensi menimbulkan kerugian negara hingga triliunan rupiah tetapi juga merusak ekosistem Pulau Gebe yang merupakan pulau kecil dan secara hukum seharusnya dilindungi.
Berdasarkan data kepemilikan terbaru, Sherly menguasai mayoritas saham perusahaan tambang nikel tersebut. Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Karya Wijaya diterbitkan pada 2020 saat masa jabatan Gubernur Abdul Gani Kasuba dengan konsesi awal 500 hektare hingga 2040. Pada Januari 2025, luas izin diperluas menjadi 1.145 hektare yang meliputi Halmahera Tengah dan Halmahera Timur berlaku hingga 2036.
Pakar hukum menegaskan kepemilikan ini melanggar Pasal 43 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN serta Pasal 40 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba, yang secara tegas melarang pejabat pemerintah terlibat langsung atau tidak langsung dalam bisnis pertambangan. “Ini bentuk pelanggaran etika dan hukum yang serius. Gubernur memiliki kewenangan mencabut izin termasuk milik perusahaannya sendiri,” kata praktisi hukum Mahri Hasan.
Lebih jauh, PT Karya Wijaya tercatat berstatus non-Clean and Clear (non-CnC) dalam sistem Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian ESDM. Perusahaan juga diduga beroperasi tanpa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), tanpa jaminan reklamasi pasca tambang, serta tanpa izin pembangunan jetty. Laporan BPK RI tertanggal 24 Mei 2024 mempertegas adanya dugaan pelanggaran administratif, teknis, dan finansial.
Kerugian negara diperkirakan mencapai triliunan rupiah akibat ketidakpatuhan perusahaan dalam membayar royalti dan pajak. Di sisi lain, masyarakat Pulau Gebe merasakan dampak langsung kerusakan lingkungan. “Sudah setahun lebih kami kesulitan air bersih dan hasil tangkapan ikan berkurang drastis,” keluh Hasnim (42), warga setempat.
Hingga berita ini diterbitkan, Gubernur Sherly Tjoanda belum memberikan tanggapan resmi. Upaya konfirmasi media tidak berhasil lantaran gubernur disebut tengah menjalani agenda dinas yang padat.
Kasus ini dinilai sebagai ujian serius bagi komitmen pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dalam memberantas tambang ilegal. Indonesia sendiri telah mencatat 1.063 tambang ilegal dengan potensi kerugian negara sedikitnya Rp300 triliun. “Pemerintah harus tegas dan konsisten menegakkan hukum tanpa pandang bulu,” tegas Mahri Hasan.
Menanggapi temuan ini, DPD Gerakan Pemuda Marhaen (GPM) Maluku Utara berencana menggelar aksi besar-besaran. Ketua GPM Sartono Halek menyebut demonstrasi akan dilakukan di sejumlah lembaga negara, termasuk Kejaksaan Tinggi Maluku Utara, untuk mendesak pemanggilan gubernur, pencabutan izin PT Karya Wijaya, dan proses hukum terhadap seluruh pihak yang terlibat.
_(Tim/Red)_