Gubernur Sherly Terseret Dugaan Tambang Ilegal PT KW di Pulau Gebe, PSMP Tuntut Ganti Rugi 1 Triliun

90

TERNATE, Corongpublik// Aktivitas pertambangan nikel ilegal di Pulau Gebe, Kabupaten Halmahera Tengah (Halteng), kembali menuai kritikan berbagai elemen aktivis. PT Karya Wijaya, perusahaan yang disebut milik Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda Laos dengan saham mayoritas 71 persen, diduga melakukan operasi produksi tanpa izin lengkap dan mengancam kelestarian lingkungan serta mata pencaharian masyarakat setempat.

Perusahaan tersebut diketahui telah menambang di lahan seluas 1.145 hektare tanpa mengantongi izin PPKH, izin jetty, serta tidak menempatkan jaminan reklamasi pascatambang. Dugaan ilegalitas ini bahkan ikut dibahas dalam rapat Komisi IV DPR RI bersama Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni di Royal Resto Ternate, Selasa (23/9/2025) kemarin.

Anggota DPR RI Komisi IV, Rajif, menyoroti legalitas perusahaan tersebut. Menurutnya, PT Karya Wijaya tidak layak beroperasi karena belum memenuhi persyaratan sesuai ketentuan pemerintah.

“Terkait dugaan penambangan ilegal, saya sudah kirim ke Dirjen Gakkumdu apakah Bupati di daerah mengetahui PT ini atau tidak,” ujarnya.

Di sisi lain, PT Karya Wijaya juga tengah bersengketa dengan PT FBLN di Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) terkait dugaan masuknya operasi perusahaan ke wilayah konsesi pihak lain. Persoalan ini semakin memperkuat tudingan bahwa perusahaan tersebut menjalankan praktik yang melanggar hukum.

Ironisnya, pada Juni 2025 lalu, Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda Laos justru tampil di forum internasional Indonesia Critical Minerals Conference di Jakarta, memaparkan strategi keberlanjutan pasca nikel. Pernyataan itu menuai kritik tajam dari berbagai pihak karena dinilai bertolak belakang dengan aktivitas perusahaannya di Pulau Gebe.

Ketua DPD Pemuda Solidaritas Merah Putih (PSMP) Maluku Utara, Mudasir Ishak, menyebut Sherly Tjoanda tidak pantas berbicara soal keberlanjutan. Ia menilai PT Karya Wijaya telah merusak lingkungan Pulau Gebe, tidak membayar PNBP maupun royalti, serta abai terhadap kewajiban reklamasi.

“Dia juga turut merusak lingkungan, otomatis merugikan negara dan masyarakat,” tegasnya.

Kerusakan di Pulau Gebe, yang dikenal kaya keanekaragaman hayati seperti terumbu karang, hutan tropis, dan satwa endemik kuskus, disebut telah menyalahi UU No 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K). Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023 juga menegaskan larangan aktivitas tambang di wilayah pesisir dan pulau kecil.

PSMP menuntut Sherly Tjoanda untuk memulihkan kembali kawasan yang telah dieksploitasi dengan estimasi biaya mencapai Rp1 triliun. Nilai tersebut, menurut Mudasir, mencakup biaya revegetasi, rehabilitasi DAS, pemulihan terumbu karang, kerugian sosial-ekonomi masyarakat pesisir, hingga dampak kesehatan akibat penurunan kualitas lingkungan.

“Kami minta BPK melakukan audit menyeluruh terhadap keuangan dan kepatuhan hukum PT Karya Wijaya,”tegasnya. (Tim/Red)