Hukum Mandul di Pulau Gebe, Tambang Ilegal Jalan Terus

35

TERNATE, Corongpublik// Maluku Utara yang dahulu identik dengan laut biru dan hamparan pulau hijau, kini menghadapi ancaman serius. Aktivitas pertambangan nikel ilegal kian masif, merusak lingkungan, dan menggerus ruang hidup masyarakat adat. Pulau Gebe di Halmahera Tengah menjadi salah satu contoh nyata bagaimana kepentingan negara, korporasi, dan jaringan gelap saling berhubungan.

Pulau Gebe yang memiliki luas daratan sekitar 145 kilometer persegi sejatinya masuk kategori pulau kecil. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014, yang merevisi UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, aktivitas penambangan terbuka dilarang keras di pulau kecil. Larangan ini dipertegas melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023 yang menegaskan perlindungan hukum terhadap wilayah pesisir dan pulau kecil.

Namun, fakta di lapangan jauh berbeda. Aktivis lingkungan, Salas, mengungkapkan bahwa tak satu pun izin usaha pertambangan (IUP) di Pulau Gebe yang mengantongi rekomendasi teknis dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), sebagaimana diwajibkan undang-undang.

“Izin yang diterbitkan otomatis cacat hukum secara formil karena tidak ada rekomendasi dari KKP,”tegasnya.

Lebih parah lagi, sebagian besar perusahaan tambang yang beroperasi di Gebe tidak masuk dalam kategori Clean and Clear (CnC). Bahkan, mekanisme lelang wilayah pertambangan yang diwajibkan UU Minerba pun diabaikan. Kondisi ini membuat dugaan praktik ilegal semakin terang benderang.

Salahuddin Lessy, pemerhati lingkungan, menilai fenomena tambang ilegal di Pulau Gebe bukanlah hal baru. Ia menyebutnya sebagai masalah struktural yang berlangsung lama dan cenderung dibiarkan.

“Saya kira ini masalah pembiaran. Seharusnya tambang yang izinnya belum clear tidak boleh dibiarkan beroperasi,”ujarnya.

Lebih jauh, Salas memaparkan modus operandi tambang ilegal yang dijalankan secara tertutup, terstruktur, dan dilindungi jaringan kuat. Eksploitasi dilakukan di luar wilayah konsesi resmi, dieksekusi secara diam-diam, namun dalam volume besar pada waktu tertentu.

“Ada dugaan kuat penambangan ilegal berlangsung karena dibekingi oknum yang terhubung dalam jejaring rapat antara pekerja di lapangan dan aktor di belakang layar,”ungkapnya.

Meski demikian, Salas memberikan apresiasi atas langkah Presiden Prabowo Subianto yang membentuk Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH). Operasi penertiban yang dilakukan Satgas tersebut dinilai sebagai langkah positif, meski masih jauh dari harapan.

Pasalnya, hingga kini Satgas PKH belum menindak satu pun perusahaan tambang yang beroperasi di Pulau Gebe. Padahal, bukti-bukti dugaan pelanggaran hukum telah bermunculan di publik.

“Penindakan belum maksimal. Satgas hanya bergerak di permukaan tanpa menyentuh aktor utama di balik tambang ilegal,” kata Salas.

Ia mendesak Presiden Prabowo segera memerintahkan kementerian terkait, mulai dari ESDM, Kehutanan, hingga KKP, untuk menindak tegas perusahaan-perusahaan tambang di Pulau Gebe, termasuk jaringan oknum yang membekingi mereka.

“Kalau tidak, kerusakan lingkungan dan hilangnya hak hidup masyarakat Gebe hanya akan semakin parah,”pungkasnya. (Tim/Red)