IACN Tantang Kejati Maluku Utara Segera Tetapkan Tersangka Kasus Korupsi DPRD Malut 2019-2024

11

JAKARTA, Corongpublik // Indonesian Anti Corruption Network (IACN) mendesak Kejaksaan Tinggi Maluku Utara agar segera menetapkan tersangka dalam dugaan kasus korupsi di Sekretariat DPRD Maluku Utara periode 2019-2024. Penanganan kasus yang dinilai berjalan lamban disebut berpotensi menggerus kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum.

Praktisi Hukum IACN, Yohanes Masudede, S.H., M.H, menegaskan bahwa Kejati Malut memiliki kewenangan penuh untuk menetapkan tersangka jika alat bukti telah terpenuhi. Ia mengkritik keras sikap Kejati yang dianggap menunda proses hukum tanpa alasan jelas.

“Kejati tidak boleh menunda penetapan tersangka bila bukti sudah lengkap. Penegak hukum tidak boleh diintervensi oleh kepentingan apa pun,” tegas Yohanes dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 11 November 2025.

Diketahui, Ketua DPRD Malut 2019-2024 Kuntu Daud dan Ketua Komisi I Iqbal Ruray telah dipanggil dan diperiksa Kejati pada 28 Oktober 2025. Dugaan korupsi tersebut mencakup penyimpangan tunjangan perumahan, transportasi, hingga fasilitas anggota DPRD yang mencapai Rp29,832 miliar selama lima tahun masa jabatan.

Padahal, fasilitas bagi anggota DPRD diatur jelas dalam PP 18/2017 tentang Hak Keuangan dan Administrasi Pimpinan dan Anggota DPRD, yang harus menyesuaikan kemampuan keuangan daerah. Aturan tersebut dipertegas melalui Permendagri 62/2017, yang mengelompokkan kemampuan keuangan daerah ke dalam tiga kategori yaitu tinggi, sedang, dan rendah.

Berdasarkan postur APBD Maluku Utara yang berada di bawah Rp4,5 triliun, provinsi ini masuk kategori sedang/rendah. Dengan demikian, alokasi anggaran Sekretariat DPRD seharusnya disesuaikan dengan kapasitas fiskal daerah, bukan justru membengkak di tengah situasi ekonomi sulit, termasuk masa pandemi Covid-19.

IACN juga mendesak Kejati Malut untuk turut memeriksa pihak-pihak yang dianggap paling mengetahui alur finansial Setwan, yaitu mantan Sekwan Abubakar Abdullah, Bendahara Rusmala Abdurahman, serta Kabag Keuangan Erva Pramukawati Konoras.

Menurut Yohanes, transparansi dan keberanian aparat penegak hukum adalah syarat mutlak dalam pemberantasan korupsi. Ia juga mengingatkan agar tidak ada intervensi dari pihak mana pun, termasuk Gubernur Maluku Utara.

“Publik menunggu langkah konkret. Jangan sampai ada kesan proses hukum diperlambat karena tekanan tertentu. Kami berharap Gubernur Malut tidak ikut cawe-cawe atau melindungi pihak yang terlibat,” tegasnya.

Lebih jauh, IACN mendorong KPK RI dan Kejaksaan Agung untuk melakukan pengawasan terhadap penanganan perkara di Kejati Malut. Evaluasi dinilai perlu dilakukan bila dalam waktu dekat tidak ada perkembangan berarti.

“Kejaksaan harus menunjukkan komitmen tegas dalam pemberantasan korupsi. Keterbukaan informasi kepada publik penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat,” tutup Yohanes, yang juga dikenal sebagai eks PP GMKI dan Peneliti IRDeM-Institut.

—Tim/Red—