Igrissa Majid Nilai Klarifikasi Gubernur Sherly Soal Saham Tambang Hanya Upaya Kaburkan Fakta Hukum

77

TERNATE, Corongpublik// Klarifikasi Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda, terkait kepemilikan saham di sejumlah perusahaan tambang menuai kritik tajam. Direktur Indonesia Anti-Corruption Network (IACN), Igrissa Majid, menilai pernyataan sang gubernur yang menyebut tidak ada konflik kepentingan justru diduga sebagai langkah mengaburkan fakta hukum yang lebih serius.

Igrissa menegaskan bahwa persoalan yang dihadapi Gubernur Sherly tidak sekadar soal konflik kepentingan, tetapi juga memenuhi unsur sebagai Beneficial Owner (BO) atau penerima manfaat, yang berpotensi menjeratnya dalam dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Berdasarkan data Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) dan rekam perusahaan, Gubernur Sherly disebut memiliki saham signifikan di beberapa perusahaan tambang aktif di Maluku Utara. Meski diklaim sebagai warisan keluarga, kepemilikan tersebut tetap menempatkannya sebagai pihak yang secara hukum menerima manfaat dari aktivitas perusahaan.

“Dalih turun waris itu keliru. Secara hukum, selama ia memegang saham dan memiliki kepentingan ekonomi dalam perusahaan yang bersinggungan dengan kewenangannya, maka konflik kepentingan itu nyata,” tegas Igrissa.

Ia menambahkan, konsep Beneficial Ownership yang diatur dalam Perpres No. 13 Tahun 2018 secara jelas dapat membantah klaim Gubernur Sherly. Dengan saham dan kendali yang dimilikinya, Sherly dinilai memenuhi syarat sebagai BO, sehingga tidak dapat berlindung di balik alasan sebagai penerima warisan semata.

“Jika data BO Gubernur Sherly tercatat dengan benar, posisinya jelas sebagai pihak yang memiliki kendali dan manfaat atas perusahaan tambang tersebut. Itu berarti ia bertanggung jawab penuh atas aktivitas korporasi,” ujarnya.

Igrissa juga mengingatkan bahwa konflik kepentingan ini membuka peluang terjadinya Tipikor, mulai dari penyalahgunaan wewenang hingga potensi kerugian negara. JATAM melaporkan PT Karya Wijaya berstatus non-Clean and Clear (non-CnC) serta diduga beroperasi tanpa izin lengkap, memicu potensi kerugian negara dari royalti dan pajak yang tidak dibayarkan.

“Kepemilikan saham yang terbuka ini sudah menjadi bukti permulaan yang kuat untuk membangun konstruksi kasus korupsi. KPK atau Kejaksaan harus segera turun tangan,” kata Igrissa.

Selain aspek hukum, ia menyoroti dampak lingkungan dan sosial. Sejumlah perusahaan yang terafiliasi dengan Gubernur Sherly, seperti PT Indonesia Mas Mulia dan PT Bela Sarana Permai, disebut meninggalkan jejak pencemaran sungai dan perampasan lahan warga. Bahkan PT Amazing Tabara dan PT Bela Kencana pernah dicabut izinnya oleh Kementerian ESDM akibat pelanggaran prosedural dan operasional.

IACN mendesak KPK maupun Kejaksaan untuk segera memulai proses hukum yang menguji unsur Tipikor dengan fokus pada penyalahgunaan wewenang dan kerugian negara. Gubernur Sherly juga dinilai perlu melepas seluruh kepemilikan sahamnya sebagai wujud komitmen menghindari konflik kepentingan dan menjaga integritas jabatan.

“Pernyataan Gubernur bahwa tidak ada konflik kepentingan itu naif dan ahistoris terhadap banyak kasus korupsi di Indonesia. Konsep BO justru membantu membongkar kepentingan yang disembunyikan di balik dalih turunan waris,” tutup Igrissa.

–Tim/Red–