SULA, Corongpublik// Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kabupaten Kepulauan Sula melayangkan surat terbuka kepada Jaksa Agung Republik Indonesia, Prof. Dr. H. Sanitiar Burhanuddin, S.H., M.M., mendesak dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja Kejaksaan Negeri (Kejari) Sula yang dinilai lemah dalam penanganan kasus dugaan korupsi di daerah tersebut.
Ketua DPC GMNI Kepulauan Sula, Rifki Leko, dalam surat yang ditandatangani pada Sabtu, 18 Oktober 2025, menyatakan bahwa salah satu kasus paling menonjol adalah dugaan penyimpangan anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT) sebesar Rp28 miliar tahun 2021 yang hingga kini tak kunjung tuntas.
Menurut GMNI, kasus itu sudah berlangsung selama beberapa tahun dan berganti empat kali Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari), namun belum menunjukkan perkembangan signifikan. Kondisi ini, kata Rifki, menjadi bukti lemahnya integritas dan komitmen aparat penegak hukum di wilayah tersebut.
“Fakta ini mencerminkan bentuk maladministrasi dalam penegakan hukum adanya pembiaran, kelalaian, bahkan potensi kompromi terhadap pelaku kejahatan korupsi oleh aparat Kejaksaan,” tulis GMNI dalam surat terbuka itu.
GMNI menilai lemahnya penanganan perkara di daerah 3T seperti Kepulauan Sula mencederai semangat reformasi birokrasi dan pemberantasan korupsi yang selama ini digaungkan Kejaksaan Agung. Kondisi itu, lanjutnya, berpotensi mencoreng nama baik institusi Kejaksaan RI dan menurunkan kepercayaan publik terhadap supremasi hukum.
Karena itu, GMNI mendesak Jaksa Agung untuk mengambil langkah tegas dengan menugaskan pejabat Kajari baru yang berintegritas, melakukan audit internal, serta mengeksekusi secara adil pelaku korupsi yang telah terbukti bersalah. GMNI juga meminta agar pengawasan Kejaksaan Tinggi diperkuat terhadap seluruh proses hukum di wilayah tersebut.
“Jika Kejaksaan Agung tidak segera bertindak, hal ini akan menjadi preseden buruk bagi pemberantasan korupsi nasional dan menumbuhkan persepsi bahwa hukum bisa dikompromikan demi kepentingan elit lokal,”tegas Rifki.
Surat terbuka tersebut ditutup dengan harapan agar Kejaksaan Agung mengembalikan wibawa lembaga penegak hukum sebagai simbol keberanian dan keadilan rakyat dalam melawan korupsi. GMNI menilai, ketegasan Jaksa Agung sangat dibutuhkan agar daerah seperti Kepulauan Sula tidak terus menjadi korban pembiaran sistemik. (Tim/Red)