
TERNATE, Corongpublik.com- Kunjungan Jaksa Agung Republik Indonesia ke Maluku Utara, Rabu pagi, (18/6/2025), disambut unjuk rasa oleh Koalisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Malut yang terdiri dari Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) dan Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMMI) Maluku Utara. Di halaman kantor Kejaksaan Tinggi Maluku Utara, massa menyuarakan mosi tidak percaya terhadap kinerja kejaksaan dalam menangani sejumlah kasus besar yang dinilai mangkrak.
Salah satu tuntutan utama massa adalah pencopotan Kepala Kejati Malut. Mereka menilai pimpinan lembaga penegak hukum di daerah itu gagal menuntaskan perkara dugaan korupsi yang menyeret nama mantan Bupati Pulau Taliabu, Aliong Mus, dan mantan Kepala DPKAD Pulau Morotai, Suryani Antarani.
Aksi sempat memanas. Ketegangan terjadi antara peserta aksi dengan aparat keamanan gabungan TNI, Polri, serta petugas kejaksaan. Massa berulang kali mendesak aparat untuk segera menangkap Aliong Mus yang ditengarai sebagai aktor sentral dalam skema dugaan korupsi sistematis di Kabupaten Pulau Taliabu. Kasus ini ditaksir menyebabkan kerugian negara hingga Rp56,8 miliar.
“Ini bukan sekadar kesalahan administratif. Ini kejahatan berjaringan yang menghancurkan integritas sistem keuangan daerah,” kata Sarjan Hud, Koordinator Aksi KPK Malut, yang akrab disapa Ojan.
Dugaan korupsi ini, menurut mereka, telah berlangsung sejak 2015, dimulai dari pendebetan ganda pada rekening kas daerah yang menyebabkan kerugian awal sebesar Rp1,36 miliar. Skema berulang ini disebut makin kompleks pasca kerja sama antara Pemda Taliabu dan BRI Kanwil Manado pada 2016. Alih-alih memperbaiki sistem keuangan, nota kesepahaman tersebut diduga membuka celah praktik illegal dari penarikan dana tanpa SP2D hingga pencairan tunai bermodal kwitansi tanpa dokumen sah.
Pada 2019, praktik ini mencapai puncaknya. Sebanyak enam transaksi tunai senilai Rp7,4 miliar diduga dilakukan tanpa dasar hukum. Sebanyak 19 pembayaran pajak senilai Rp21,9 miliar disebut tidak memiliki ID Billing dan NTPN. Bahkan, dana sebesar Rp10 miliar mengalir ke dua perusahaan dan satu rekening pribadi tanpa bukti pertanggungjawaban. Nama Aliong Mus disebut sebagai pemberi otorisasi berbagai transaksi, bersama Sekda, Kepala BPPKAD, dan Bendahara Umum Daerah.
Seorang kontraktor berinisial RA, yang dalam aksi massa disebut memiliki kedekatan dengan mantan Bupati Pulau Taliabu, Aliong Mus, disebut-sebut pernah melakukan pencairan dana sebesar Rp6,3 miliar pada tahun 2016. Pencairan tersebut diduga dilakukan tanpa dokumen resmi yang lengkap. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI tahun 2022 dan 2023 mencatat bahwa kerugian negara dalam skema tersebut hingga kini belum sepenuhnya dapat dipulihkan.
Koalisi mengangkat dugaan adanya pelanggaran regulasi dalam kerja sama keuangan antara Pemerintah Daerah Taliabu dan pihak BRI Kanwil Manado. Kerja sama itu dinilai berpotensi bertentangan dengan ketentuan Pasal 18 Ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 serta Pasal 32 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
“Kerugian yang muncul dinilai cukup besar dan pola dugaan penyimpangannya terlihat berulang selama beberapa tahun. Kami menilai ini bukan sekadar kelalaian, melainkan bagian dari persoalan struktural yang serius,” ujar Yuslan, salah satu orator dalam aksi.
Di luar Pulau Taliabu, pengunjuk rasa juga menyoroti persoalan tata kelola anggaran di Kabupaten Pulau Morotai. Menurut Yuslan Marhaen mengungkapkan kekhawatiran terhadap peningkatan drastis belanja konsumsi pada tahun anggaran 2023 dan 2024 di lingkungan DPKAD Morotai. Ia menyebut lonjakan anggaran makan dan minum dari Rp2,8 miliar menjadi Rp3,5 miliar dalam dua tahun terakhir patut dipertanyakan, dengan nilai total mencapai Rp6,3 miliar.
Menurut Yuslan, belanja tersebut tidak mencerminkan prinsip efisiensi dan transparansi yang seharusnya menjadi fondasi pengelolaan keuangan negara. “Sementara anggaran konsumsi meningkat signifikan, masyarakat di Maluku Utara masih berjuang untuk memperoleh layanan dasar secara layak,” ujarnya.
Hingga berita ini ditayangkan, Kejaksaan Tinggi Maluku Utara belum memberikan pernyataan resmi terkait tuntutan massa. Nama-nama yang disebut dalam aksi unjuk rasa hingga kini masih berstatus sebagai pihak yang diduga terlibat.