HALSEL, Corongpublik// Gelombang kemarahan publik kembali memuncak setelah politisi PDIP dari dapil Gane, Kabupaten Halmahera Selatan, Masdar Mansur, melontarkan pernyataan kontroversial melalui akun Facebook pribadinya dengan menyebut, “yang mau DPR dibubarkan itu orang goblok.”
Pernyataan tersebut sontak memicu kecaman luas dari masyarakat dan aktivis, karena dinilai merendahkan intelektual publik dan mencoreng citra lembaga legislatif serta partai yang menaunginya. Desakan agar Masdar dinonaktifkan dari jabatannya kini makin berdatangan.
Sekretaris Bidang Digitalisasi dan Informasi Forum Mahasiswa Pascasarjana (PP Formapas), Ariskal Bahrudin, menilai pernyataan Masdar sangat berbahaya dan mencerminkan arogansi politisi yang lupa diri.
“Politisi ini seharusnya ingat, dari tangan siapa ia bisa duduk di kursi empuk. Pernyataan seperti ini menunjukkan dia tidak tahu diri. Rakyat berhak menyampaikan kritik. Jika DPR dikritik bahkan ingin dibubarkan, itu adalah bentuk kekecewaan publik yang harus dievaluasi, bukan dihina,” tegas Ariskal.
Ia menyebut, pihaknya akan menyurati DPP PDIP secara resmi untuk meminta agar Masdar segera dinonaktifkan, demi menjaga marwah partai dan kepercayaan rakyat, sebelum situasi semakin tidak terkendali.
Kasus Masdar muncul di tengah meningkatnya kemarahan publik terhadap perilaku para wakil rakyat. Sebelumnya, anggota DPR-RI Sahroni juga mendapat kecaman keras setelah melontarkan pernyataan yang dinilai sembrono dan merendahkan masyarakat. Ucapan itu menjadi pemicu gelombang kritik yang akhirnya membuat partainya menonaktifkan Sahroni dari jabatannya.
Fenomena ini, menurut Ariskal, menunjukkan bahwa ruang publik semakin kacau, dengan politisi yang tak mampu mengelola komunikasi secara bijak.
“Ini bukan sekadar persoalan etika pribadi, setiap ucapan politisi yang menjabat akan dinilai sebagai sikap lembaga. Maka, berbicara di ruang publik harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab,” tambahnya.
Ariskal menegaskan bahwa menyampaikan kritik, termasuk usulan pembubaran DPR, adalah bagian dari kebebasan berekspresi rakyat dalam demokrasi. Kritik bukanlah musuh, tetapi cermin untuk mengevaluasi kinerja lembaga negara. Justru, reaksi politisi yang defensif dan menyerang balik rakyat, menjadi bukti gagalnya mereka memahami fungsi komunikasi publik.
Ariskal juga mengingatkan bahwa komunikasi publik adalah tanggung jawab besar, apalagi bagi pejabat negara. Komunikasi harus bersifat timbal balik dan bertujuan menciptakan keuntungan bersama antara rakyat dan lembaga. Ucapan kasar dan merendahkan hanya akan merusak legitimasi institusi, memperlebar jarak antara rakyat dan wakilnya.
“Setiap politisi harus sadar bahwa selama masih menjabat, ruang pribadinya sempit. Segala tindakan dan ucapannya akan dinilai sebagai sikap lembaga,” tegas Ariskal.
Peristiwa ini menjadi peringatan serius bagi seluruh elit politik, baik di tingkat legislatif, yudikatif, maupun eksekutif. Di tengah situasi nasional yang panas, akibat isu tunjangan DPR dan penjarahan yang meledak sebagai bentuk kemarahan rakyat, pernyataan semacam itu justru memprovokasi konflik baru.
“Apapun alasannya, sudah terlambat. Pesan itu telah diterima dan dimaknai rakyat sebagai bentuk arogansi kekuasaan,” tuturnya
Ariskal pun mengahiri kritikanya dengan menyampaikan bahwa Forum Mahasiswa Pascasarjana (PP Formapas) saat ini tengah mempersiapkan surat resmi ke DPP PDIP untuk mendorong penindakan tegas terhadap Masdar, demi mencegah terulangnya kegaduhan serupa dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap institusi politik. (Tim/Red)