BANDUNG, 28 Juli 2025– Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) resmi memiliki nakhoda baru. Dalam Kongres ke-22 yang digelar di Gedung Merdeka, Kota Bandung, Soejahri Somar terpilih sebagai Ketua Umum DPP GMNI. Bersama Amir Mahfut yang didapuk sebagai Sekretaris Jenderal, keduanya memperoleh dukungan mayoritas dengan mengantongi 84 rekomendasi dari DPC dan DPD yang hadir.
Forum pemilihan yang berlangsung dinamis dan dinamika perdebatan ini menandai fase baru bagi GMNI. Sebagai organisasi yang memiliki sejarah dan nilai-nilai ideologis Bung Karno, GMNI kembali dihadapkan pada pekerjaan rumah besar yaitu konsolidasi Nasional dan penguatan kaderisasi.
Dalam pidato perdananya yang disampaikan di “Penjara Bung Karno Baencuy” simbol perlawanan dan perenungan ideologis GMNI Soejahri menggarisbawahi komitmennya untuk menyatukan GMNI secara nasional. Ia menyatakan bahwa GMNI harus kembali ke rel perjuangan sebagai organisasi kader dan perjuangan, bukan sekadar panggung manuver politik atau simbol-simbol kosong.
“GMNI harus bersatu dan menjadi motor penggerak perubahan, terutama dalam menjawab tantangan demokrasi dan ketimpangan sosial hari ini. Kita akan bawa semangat Trisakti Bung Karno sebagai fondasi gerakan kita ke depan,” tegas Soejahri.
Dengan mengusung tagline “Menyulam Persatuan”, Soejahri menekankan bahwa persatuan sejati bukanlah retorika atau simbol belaka, melainkan proses rekonsiliasi dari fragmentasi yang selama ini membayangi organisasi. Ia mengakui bahwa tantangan terberat bukan di luar, melainkan dari dalam, memperkuat internalisasi ideologi GMNI di tubuh kadernya sendiri.
“Persatuan bukan sekadar wacana. Ia harus diimplementasikan dalam kerja-kerja nyata,” tambahnya. Sebagai langkah awal, Soejahri berjanji akan menggelar pemetaan organisasi dan revitalisasi struktur kepengurusan sebelum pelantikan resmi dilakukan.
Isu kaderisasi menjadi perhatian serius dalam arah kebijakan DPP ke depan. Soejahri menilai bahwa GMNI saat ini tertinggal dalam hal sistem kaderisasi nasional. Karena itu, ia mencanangkan pelaksanaan Lokakarya Kaderisasi Nasional sebagai upaya konkret menyatukan visi, idiologi, dan persepsi ideologis yang selama ini terfragmentasi di berbagai daerah.
“Sumber daya manusia kader kita butuh penguatan. Kaderisasi harus dipahami bukan hanya sebagai formalitas, tapi sebagai proses ideologis yang berkelanjutan dan terukur,” jelasnya.
Dalam era disrupsi digital, Soejahri juga berkomitmen untuk membawa GMNI ke jalur yang lebih adaptif secara teknologi. Ia mengumumkan bahwa GMNI akan segera mengaktifkan GMNI Mobile, sebuah platform digital berbasis website yang dirancang sebagai pusat data organisasi dan komunikasi antar-kader.
“Digitalisasi ini bukan sekadar aplikasi. Ia adalah alat untuk menyatukan gerak, menyamakan langkah, dan mempercepat konsolidasi nasional,” ujar Soejahri.
Tak hanya itu, struktur organisasi juga akan diperkuat lewat penyusunan kepala-kepala badan organisasi yang lebih fungsional dan progresif, sebagai bagian dari roadmap kerja tiga tahun ke depan.
Terpilihnya Soejahri Somar dan Amir Mahfut membawa harapan baru bagi GMNI. Tapi seperti banyak organisasi kader lainnya, tantangan utamanya bukan pada seremoni atau jargon politik. Yang ditunggu adalah kerja nyata bagaimana mereka menyulam persatuan yang tak hanya simbolik, tapi substansial dan berdampak.
GMNI kini punya peluang untuk menegaskan kembali identitasnya, sebagai rumah ideologi, ruang kaderisasi, dan lokomotif perubahan sosial yang berakar pada semangat Marhaen.(Iky/Red)*