TERNATE, 5 Juli 2025- Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Pemuda Marhaenis (DPD GPM) Maluku Utara kembali menyalakan lampu sorot ke aparat penegak hukum daerah. Dalam siaran pers yang diterima Corong Publik pada Sabtu (5/7), mereka menilai Kejaksaan Tinggi (Kejati) Malut lamban menindak sederet skandal kakap yang diduga melibatkan pejabat berpengaruh, termasuk nama Ricky Caherul Richfat.
GPM merinci daftar “pekerjaan rumah” Kejati yaitu dugaan penyalahgunaan dana penanganan Covid‑19 senilai Rp28 miliar, penyelundupan 90 ribu ton ore nikel ilegal, hingga praktik tambang tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang mencabik lingkungan. “Semua kasus ini menggantung di udara, sementara kerugiannya sudah telanjur ditanggung rakyat,” kata ketua GPM, Sartono Haalek
Mereka juga menyorot proyek pembangunan asrama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Halmahera Timur yang dibiayai APBD. Menurut GPM, Ricky diduga mengendalikan penuh proses perencanaan hingga pelaksanaan proyek yang nilainya ratusan miliar rupiah. “Kami mencium aroma busuk korupsi di proyek itu. Ini harus dibongkar total,” tegas sartono
Selain itu, GPM membeberkan dugaan penyelewengan Dana Insentif Daerah (DID) 2017-2018 di Pemkab Halmahera Timur. “Puluhan miliar rupiah yang seharusnya membiayai pembangunan, justru diduga menguap ke kantong pejabat. Negara tak boleh membiarkan maling berdasi merampok uang rakyat di siang bolong,” ujar Sartono, seraya menegaskan bahwa krisis kepercayaan publik terhadap lembaga hukum di Maluku utara suda sangat terlihat
Hingga berita ini diturunkan, Ricky Caherul Richfat dan Kejati Malut belum merespons tudingan tersebut. GPM menegaskan akan terus mengawal proses hukum dan mendesak Kejaksaan Agung serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan langsung di Halmahera Timur. “Jika hukum di daerah mandek, pusat harus ambil alih demi keadilan,” tutup Sartono.(Red).