KPK Desak Kejati Panggil Aliong Mus dan Suryani Antarani dalam Skandal Korupsi Taliabu dan Morotai

25

TERNATE, Corongpublik.com- Untuk kesekian kalinya, Koalisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Maluku Utara turun ke jalan. Kali ini, mereka mendesak Kejaksaan Tinggi Maluku Utara segera menangkap mantan Bupati Pulau Taliabu, Aliong Mus, yang diduga menjadi otak dalam praktik korupsi sistematis dengan total kerugian negara mencapai Rp 56,8 miliar.

Unjuk rasa digelar di depan Kantor Kejati Malut pada Senin, (16/6/2025). Koordinator lapangan aksi, Yuslan Marhaen, menegaskan bahwa skema korupsi yang melilit Pemerintah Daerah Taliabu tidak bisa lagi dianggap sebagai sekadar kekeliruan administratif. “Ini kejahatan berjaringan. Sistem keuangan daerah dihancurkan dari dalam oleh mereka yang seharusnya menjaganya,” ujar Yuslan.

Menurut dokumen dan hasil audit BPK RI, skema korupsi ini berlangsung nyaris tanpa henti selama lima tahun, sejak 2015. Modusnya beragam, mulai dari pendebetan ganda, transaksi fiktif, hingga pencairan dana tunai tanpa dokumen sah. Pada 2016, Pemda Taliabu meneken nota kesepahaman dengan BRI Kanwil Manado. Alih-alih memperkuat sistem keuangan, kerja sama ini justru menjadi celah baru bagi praktik penarikan tanpa SP2D, pencairan modal kuitansi, hingga transaksi atas dasar perintah lisan.

Puncak korupsi terjadi pada 2019. Enam transaksi tunai senilai Rp 7,4 miliar dilakukan tanpa dasar hukum. Dana senilai Rp 21,9 miliar digunakan membayar pajak tanpa ID Billing dan NTPN. Bahkan, Rp 10 miliar lainnya mengalir ke dua perusahaan swasta dan satu rekening pribadi tanpa bukti pertanggungjawaban. Nama Aliong Mus berulang kali muncul dalam dokumen transaksi sebagai pemberi otorisasi, bersama Sekda, Kepala BPPKAD, dan Bendahara Umum Daerah.

Seorang kontraktor berinisial RA, yang dikenal dekat dengan Aliong, tercatat pernah mencairkan dana Rp 6,3 miliar pada 2016 tanpa dokumen resmi apapun. Laporan BPK pada 2022 dan 2023 menyebut kerugian negara belum dipulihkan hingga kini. Kerja sama antara Pemda dan BRI bahkan dianggap bertentangan dengan sejumlah aturan, termasuk PP No. 39 Tahun 2007 dan UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

Rentetan kerugian tercatat setiap tahun: Rp 8,97 miliar pada 2016, Rp 3,17 miliar pada 2017, Rp 4,07 miliar pada 2018, dan melonjak drastis menjadi Rp 39,3 miliar pada 2019. “Polanya sama, kerugiannya terus membesar. Ini bukan salah urus, ini kejahatan yang dipelihara,” tegas Alimun, aktivis KPK Malut.

Aksi unjuk rasa itu tak hanya menyoroti Taliabu. Massa juga menuntut Kejati menyelidiki dugaan penyelewengan anggaran di Kabupaten Pulau Morotai. Mantan Kepala DPKAD Morotai, Suryani Antarani, disebut-sebut bertanggung jawab atas aliran dana mencurigakan senilai Rp 19,8 miliar sepanjang 2023 hingga 2024.

Salah satu pos yang jadi sorotan adalah anggaran makan dan minum. Dari Rp 2,8 miliar di 2023, anggaran ini melonjak menjadi Rp 3,5 miliar pada tahun berikutnya total Rp 6,3 miliar dalam dua tahun. “Ini pemborosan tak beralasan. Di saat rakyat berjuang mendapat layanan dasar, anggaran justru dihamburkan untuk konsumsi birokrat,” kata Yuslan.

Koalisi meminta aparat penegak hukum bergerak cepat. “Sudah cukup bukti, cukup audit, cukup saksi. Sekarang waktunya menangkap pelaku utama,” pungkasnya.