Kriminalisasi Rakyat Adat Wayamli: PA GMNI Malut Tantang Kapolda Malut Bertindak Adil

111
Ketua DPD PA GMNI Malut, Mudasir Ishak
Ketua DPD PA GMNI Malut, Mudasir Ishak, dengan tegas menyatakan bahwa pihaknya berdiri bersama rakyat kecil

TERNATE, Corongpublik.com-Dewan Pengurus Daerah (DPD) Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia Provinsi Maluku Utara (PA GMNI Malut) mendesak Kapolda Maluku Utara Brigjen Pol. Drs. Waris Agono, M.Si, agar segera membebaskan warga Wayamli, Halmahera Timur, yang ditangkap saat melakukan aksi penolakan terhadap aktivitas pertambangan di wilayah adat mereka. Penangkapan tersebut dinilai sebagai bentuk kriminalisasi terhadap perjuangan masyarakat adat yang mempertahankan tanah leluhur.

Ketua DPD PA GMNI Malut, Mudasir Ishak, dengan tegas menyatakan bahwa pihaknya berdiri bersama rakyat kecil. Ia menyebut penegakan hukum tidak boleh mengorbankan hak-hak dasar masyarakat adat.

“Kami tegak lurus dengan ideologi perjuangan organisasi, yakni selalu berdiri bersama rakyat kecil, bersama buruh, tani, dan nelayan. Apa yang dilakukan oleh warga Wayamli adalah perjuangan mempertahankan hak hidup dan tanah adat mereka. Negara seharusnya hadir melindungi, bukan menindas,” tegas Mudasir, Senin (19/5/2025).

puluhan warga Wayamli ditangkap aparat kepolisian saat melakukan aksi damai menolak aktivitas pertambangan di wilayah mereka. Aksi tersebut dilatarbelakangi oleh kekhawatiran akan kerusakan lingkungan, hilangnya akses atas lahan pertanian, serta terganggunya keberlangsungan hidup masyarakat adat yang bergantung pada hutan dan tanah.

Menurut keterangan warga, penolakan terhadap tambang bukanlah hal baru. Selama beberapa tahun terakhir, perusahaan tambang swasta telah masuk ke wilayah adat tanpa persetujuan penuh dari masyarakat. Konflik antara masyarakat dan perusahaan pun terus berulang. Warga menilai kehadiran tambang mengancam kearifan lokal dan keberlangsungan kampung adat.

Insiden penangkapan terjadi di desa Wayamli, Kecamatan Maba Tengah, Kabupaten Halmahera Timur, pekan lalu. Ironisnya, warga yang ditangkap langsung dibawa ke Ternate, ibu kota provinsi, yang berjarak ratusan kilometer. Tindakan ini menimbulkan tekanan psikologis yang berat bagi keluarga yang ditinggal

“Penangkapan ini menciptakan ketakutan di tengah masyarakat. Mereka merasa dikriminalisasi hanya karena menyuarakan hak atas tanah yang telah mereka tempati sejak ratusan tahun lalu,” lanjut Mudasir.

DPD PA GMNI Malut menilai bahwa pendekatan hukum yang digunakan justru memperparah konflik agraria yang telah lama mengakar. Alih-alih menyelesaikan masalah dengan dialog, aparat justru menggunakan cara represif yang menciptakan ketegangan baru antara negara dan masyarakat.

“Penegakan hukum seharusnya mengedepankan rasa keadilan. Tanah adat dan kampung tradisional di Halmahera Timur telah ada jauh sebelum republik ini lahir. Ketika masyarakat memperjuangkan haknya, negara harus hadir sebagai pelindung, bukan alat represi,” ujar Mudasir.

Sebagai bentuk keberpihakan terhadap masyarakat lingkar tambang dan masyarakat adat, DPD PA GMNI Malut akan mengirimkan surat resmi kepada Presiden Prabowo dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melalui Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PA GMNI di Jakarta. Surat tersebut akan berisi permintaan agar kasus ini menjadi perhatian nasional dan proses hukum terhadap masyarakat segera dihentikan.

“Kasus ini harus menjadi atensi Istana dan Kapolri. Kami tidak akan tinggal diam melihat rakyat ditindas oleh sistem dan aparat. Jika tidak ada langkah konkret, kami akan melakukan konsolidasi nasional,” tutup Mudasir.