LPP Tipikor Desak Kejagung Usut Puluhan Perusahaan Tambang di Malut yang Diduga Langgar Kewajiban Reklamasi

32

JAKARTA, Corongpublik// Lembaga Pengawasan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (LPP Tipikor) Maluku utara, menggelar aksi demonstrasi di depan Kejaksaan Agung RI serta sejumlah lembaga negara lainya, Senin (10/11/25), mendesak penegakan hukum terhadap perusahaan tambang di Malut yang diduga tidak menempatkan dana jaminan reklamasi dan pascatambang.

Ketua LPP Tipikor Maluku Utara, Zainal Ilyas, S.Sos, dalam orasinya menegaskan bahwa praktik pertambangan yang sehat harus mengedepankan prinsip Good Mining Practice (GMP). Menurutnya, perusahaan tambang, baik BUMN maupun swasta, wajib menyeimbangkan aspek hukum, ekonomi, lingkungan, dan sosial agar memberikan manfaat bagi masyarakat dan negara.

Zainal menyoroti kewajiban reklamasi yang telah diatur dalam UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas UU Minerba serta PP Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang. Namun, berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI Nomor 21.a/LHP/XVII/05/2024, puluhan perusahaan tambang di Maluku Utara terindikasi belum menempatkan dana jaminan sebagaimana diwajibkan undang-undang.

Dalam pernyataannya, LPP Tipikor menyebut 34 perusahaan tambang yang diduga tidak memenuhi kewajiban tersebut. Daftar itu mencakup perusahaan besar hingga pemegang IUP berbagai komoditas, mulai dari nikel, emas, hingga bijih besi, di wilayah Halmahera Timur, Halmahera Selatan, Halmahera Utara, Halmahera Tengah, Kepulauan Sula, Morotai, dan Pulau Gebe.

Perusahaan-perusahaan yang disorot antara lain :

PT Sumberdaya Arindo (SA) dan PT Nusa Karya Arindo (NKA), dua perusahaan yang terkait dengan PT Antam Tbk, masing-masing beroperasi di Halmahera Timur dan dinyatakan tidak menempatkan dana jaminan sesuai ketentuan.

PT IJK, PT IMS, PT GTS, PT AAP, serta PT ABB, yang mengelola operasi produksi nikel, pasir besi, dan mineral logam di Halmahera Timur, Halmahera Selatan, Morotai, dan Kepulauan Sula.

Sejumlah perusahaan nikel lainnya seperti PT ANP, PT Smart Marsindo, PT Forward Matrix Indonesia, PT HSM, PT WKM, PT MHM, dan puluhan nama lain yang tersebar di berbagai kabupaten di Maluku Utara.

Secara keseluruhan, daftar perusahaan itu mencakup entitas dengan luasan konsesi mulai ratusan hingga puluhan ribu hektare, dengan masa izin yang masih berlaku hingga 2030 bahkan 2040.

Zainal menegaskan bahwa kelalaian perusahaan dalam menempatkan dana jaminan reklamasi adalah bentuk pelanggaran serius yang berpotensi merugikan negara dan memperparah kerusakan lingkungan.

“Demikian informasi hukum ini kami sampaikan. Kami meminta agar seluruh temuan ini diproses sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Republik Indonesia,”tegas Zainal menutup orasinya.

—Tim/Red—