JAKARTA, Corongpublik// Lembaga Pengawasan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (LPP Tipikor) Maluku Utara mendesak Inspektorat Jenderal (Irjen) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk segera menghentikan aktivitas tiga perusahaan tambang nikel di Halmahera yang diduga terkait dengan salah satu anggota DPR RI dari Dapil Jawa Tengah IX berinisial SAN.
Desakan tersebut disampaikan setelah LPP Tipikor Malut resmi melaporkan dugaan pelanggaran pertambangan ke Kantor Pusat Irjen Kementerian ESDM di Jakarta, Kamis (13/11/2025). Ketua LPP Tipikor Malut, Zainal Ilyas, menegaskan bahwa laporan tersebut berkaitan dengan aktivitas tiga perusahaan, yakni PT Aneka Niaga Prima, PT Smart Marsindo, dan PT Arumba Jaya Perkasa, yang disinyalir melanggar ketentuan perundang-undangan di sektor minerba.
“Ketiga perusahaan ini telah beroperasi di Halmahera sejak 2010. Kami menemukan adanya indikasi pelanggaran serius, terutama terkait jaminan reklamasi dan pascatambang serta penerbitan izin tanpa melalui mekanisme lelang, yang sebelumnya juga menjadi temuan BPK dan Irjen Kementerian ESDM,” ujar Zainal.
Menurutnya, praktik tersebut bertentangan dengan UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, serta PP Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang.
“Peraturan ini dengan tegas mewajibkan perusahaan tambang untuk menyediakan dana jaminan reklamasi dan menjalankan proses pascatambang. Tanpa dana jaminan itu, risiko kerusakan lingkungan akan meningkat drastis,” tegasnya.
Zainal menambahkan, absennya dana jaminan reklamasi dapat menimbulkan dampak lingkungan yang parah, mulai dari kerusakan lahan, pencemaran air, hingga potensi lubang bekas tambang yang berbahaya bagi masyarakat sekitar.
“Jika tidak dikendalikan, kondisi ini bisa menimbulkan korban jiwa di kemudian hari,” ujarnya.
Ia juga membeberkan data izin tiga perusahaan tersebut, PT Aneka Niaga Prima dengan luas area 459 hektare (izin No. 540/KEP/336/2012), PT Smart Marsindo seluas 666,30 hektare (izin No. 540/KEP/330/2012) keduanya beroperasi di Pulau Gebe, Halmahera Tengah serta PT Arumba Jaya Perkasa seluas 1.818,47 hektare (izin No. 188.45/174.B-545/2010) yang beroperasi di Halmahera Timur.
“Ketiga perusahaan itu tercantum nama SAN sebagai direktur di dua perusahaan dan komisaris di satu perusahaan lainnya. Yang bersangkutan kini juga masih aktif sebagai anggota legislatif pusat,” ungkap Zainal.
Atas dasar itu, LPP Tipikor Malut meminta Irjen Kementerian ESDM untuk menggunakan kewenangannya menghentikan aktivitas pertambangan ketiga perusahaan tersebut.
“Secara hukum, perusahaan yang belum menempatkan dana jaminan reklamasi dan pascatambang tidak berhak beroperasi maupun menjual ore nikel” tegasnya.
Zainal juga menekankan bahwa penempatan dana jaminan reklamasi menjadi syarat utama agar Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) disetujui oleh pemerintah.
“Tanpa RKAB yang sah, perusahaan tidak bisa melanjutkan kegiatan tambang maupun penjualan ore nikel. Karena itu, pemerintah harus bertindak tegas terhadap setiap pelanggaran tambang yang merugikan negara dan lingkungan,” pungkasnya.
—Tim/Red—




