HALBAR, Corongpublik// Ratusan masyarakat adat Suku Wayoli dari berbagai desa di Kabupaten Halmahera Barat menggelar aksi damai, Senin (13/10/2025), di depan Kantor DPRD dan Kantor Bupati Halmahera Barat. Massa menuntut pemerintah menghentikan proyek eksploitasi panas bumi di kawasan Talaga Rano yang dinilai mengancam tanah adat dan kelestarian lingkungan hidup mereka.
Aksi tersebut menjadi puncak dari kekecewaan masyarakat adat terhadap pemerintah yang dianggap tidak menghormati hak-hak konstitusional warga Wayoli atas tanah leluhur mereka. Para peserta membawa spanduk dan poster berisi penolakan, sembari meneriakkan seruan agar proyek panas bumi segera dihentikan.
Dalam tuntutannya, masyarakat adat Wayoli menegaskan empat poin utama. Pertama, menolak secara tegas proyek panas bumi di wilayah Talaga Rano. Kedua, menolak pencaplokan tanah adat seluas 35.000 hektar. Ketiga, menuntut pemerintah daerah mengembalikan sertifikat tanah adat yang diambil di Desa Tosoa dan Tuguaer. Keempat, mendesak pemerintah memutihkan wilayah hutan lingkungan yang masuk dalam wilayah adat Wayoli.
Para tokoh adat menilai proyek panas bumi tersebut telah mencaplok lahan adat tanpa persetujuan masyarakat setempat. Mereka menyebut tindakan itu sebagai bentuk perampasan ruang hidup dan pelanggaran terhadap hak adat yang dijamin oleh konstitusi dan undang-undang.
“Kami menolak segala bentuk eksploitasi di wilayah adat kami. Tanah Wayoli adalah sumber kehidupan kami, bukan untuk dijual atau dirusak,”tegas salah satu tokoh adat Wayoli di depan Kantor DPRD Halmahera Barat.
Selain penolakan terhadap proyek panas bumi, masyarakat juga menuntut pengembalian sertifikat tanah adat yang disebut telah diambil secara sepihak. Mereka meminta agar pemerintah segera mengakui dan melindungi keberadaan wilayah adat yang telah diwariskan secara turun-temurun.
Dalam orasinya, perwakilan masyarakat adat menyebut proyek panas bumi di Talaga Rano tidak hanya merugikan secara sosial dan ekonomi, tetapi juga berpotensi merusak ekosistem hutan dan danau yang menjadi sumber air dan penghidupan masyarakat Wayoli.
“Kami bukan menolak pembangunan, tapi kami menolak pencaplokan hak-hak adat. Pembangunan sejati harus berlandaskan keadilan dan penghormatan terhadap manusia dan alam,”ujar Ardians Garera, perwakilan Forum Adat Wayoli Tosoa.
Aksi damai itu mendapat perhatian luas dari berbagai elemen masyarakat, mahasiswa, serta organisasi lingkungan yang turut hadir memberi dukungan. Mereka menilai perjuangan masyarakat Wayoli adalah bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan ekologis yang kerap terjadi di tanah Halmahera.
Di tengah orasi yang memanas, sempat terjadi ketegangan antara aparat keamanan dan peserta aksi. Massa yang tersulut emosi melempar buah kelapa bertunas ke dalam area Kantor DPRD sebagai simbol kemarahan terhadap pemerintah daerah. Namun, situasi kembali kondusif setelah para orator menenangkan massa.
Masyarakat Wayoli menegaskan komitmen untuk melanjutkan perjuangan melalui jalur hukum, dialog, dan aksi damai. Mereka berharap pemerintah daerah maupun pusat mendengarkan suara masyarakat adat sebelum mengambil keputusan yang berdampak besar terhadap lingkungan dan kehidupan sosial mereka.(Tim/Red)