Mayoritas Anggota DPRD Morotai Mangkir, Aspirasi Mahasiswa Terabaikan di Ruang RDP

28

MOROTAI, Corongpublik// Rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar Solidaritas Aksi Mahasiswa untuk Rakyat Indonesia (Samurai) Maluku Utara di DPRD Pulau Morotai, Senin (3/11/2025), berujung mengecewakan. Dari total 18 anggota legislatif, termasuk tiga unsur pimpinan, hanya dua orang yang hadir memenuhi undangan RDP tersebut.

Aksi dan RDP yang digelar untuk menyuarakan 10 tuntutan masyarakat terkait persoalan penyaluran minyak tanah subsidi di beberapa kecamatan itu nyaris tak mendapat respons memadai. Mayoritas anggota DPRD, termasuk Ketua DPRD, Wakil Ketua I, dan Wakil Ketua II, tidak tampak di kantor, sehingga dialog dengan mahasiswa berlangsung timpang.

Dua anggota DPRD yang hadir, yakni Naswin Rowo dan Akbar Mangoda dari Fraksi Kebangkitan Nurani Nasional (KNN), terpaksa melayani massa aksi bersama perwakilan Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi (Perindakop). Padahal, RDP tersebut semestinya berada di bawah tanggung jawab Komisi II DPRD yang dipimpin Suhari Lohor dan dikoordinatori Erwin Sutanto. Keduanya juga absen tanpa keterangan.

Koordinator aksi, Rian Tatapa, menyampaikan kekecewaan mendalam atas ketidakhadiran para wakil rakyat tersebut. Ia menilai absennya anggota dan pimpinan DPRD mencerminkan lemahnya komitmen lembaga legislatif dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap pelayanan publik.

“Kami sangat kecewa. Isu yang kami bawa bukan kepentingan organisasi, tetapi keluhan masyarakat yang sudah bertahun-tahun dibiarkan,” tegas Rian.

Dalam orasinya, Rian menyoroti distribusi BBM subsidi jenis minyak tanah di Morotai Selatan Barat dan Morotai Jaya yang diduga tidak sesuai kuota dalam Surat Keputusan (SK) resmi. Ia juga mengungkap adanya praktik penjualan minyak tanah subsidi di Morotai Jaya dengan harga di atas ketentuan SK Bupati, yang diperparah dengan pengurangan kuota bagi warga.

Menurut Rian, ketidakhadiran anggota DPRD dalam RDP ini menimbulkan pertanyaan serius tentang komitmen mereka sebagai lembaga pengawas kebijakan pemerintah daerah.

“DPRD seharusnya hadir dan memastikan persoalan-persoalan ini ditindaklanjuti, bukan justru menghilang,”katanya.

Aksi Samurai Maluku Utara akhirnya ditutup dengan kekecewaan, setelah harapan mereka untuk berdialog langsung dengan unsur pimpinan DPRD tidak terwujud.

—Tim/Red—