Mayoritas Bukan Warga Malut, Formapas Desak Kemenaker Evaluasi Rekrutmen Tenaga Kerja Industri

40
Safrudin Taher, Ketua Bidang Perindustrian, Ketenagakerjaan, dan Perdagangan Formapas Malut

JAKARTA, Corongpublik// Forum Mahasiswa Pascasarjana Maluku Utara (Formapas Malut) mendesak Kementerian Ketenagakerjaan RI dan Gubernur Maluku Utara segera mengevaluasi sistem rekrutmen tenaga kerja industri. Desakan ini muncul setelah terungkap mayoritas dari 60 ribu tenaga kerja industri di Maluku Utara bukan warga setempat.

Pertumbuhan ekonomi provinsi tersebut sebenarnya mencatat prestasi tinggi, dengan laju 32 persen dan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kuartal II/2025 mencapai Rp60 triliun. Namun, angka itu dinilai tidak mencerminkan kesejahteraan masyarakat lokal yang justru tertinggal.

Gubernur Maluku Utara, Sherly Djoanda Laos, dalam Forum Group Discussion (FGD) APBD 2025-2026, Kamis (25/9/2025), menegaskan fakta tersebut sebagai paradoks pembangunan. Pertumbuhan pesat sektor industri ternyata tidak memberi porsi signifikan bagi putra daerah.

Safrudin Taher, Ketua Bidang Perindustrian, Ketenagakerjaan, dan Perdagangan Formapas Malut, menilai kondisi ini sebagai alarm keras. “Pertumbuhan ekonomi tidak boleh hanya menjadi catatan angka. Rakyat Maluku Utara jangan hanya jadi penonton di tanah sendiri,”tegasnya.

Formapas menekankan perlunya kebijakan afirmatif dari pemerintah, di antaranya penetapan kuota tenaga kerja lokal, penyediaan pelatihan vokasi, peningkatan kualitas SDM, dan sertifikasi kerja yang jelas. Menurut Formapas, langkah-langkah itu mutlak agar generasi Maluku Utara mampu bersaing di sektor industri. Tanpa intervensi kebijakan, Formapas menilai industri hanya akan menciptakan ketimpangan baru. Sumber daya alam terus dieksploitasi, sementara masyarakat setempat tidak merasakan manfaat nyata, bahkan rawan terpinggirkan.

Pihaknya, juga mengingatkan bahwa pembangunan seharusnya inklusif dan berkeadilan. Prinsip ini, kata mereka, menjadi dasar agar industrialisasi benar-benar memberi manfaat kepada rakyat Maluku Utara sebagai pemilik sah negeri.

“Industri harus kembali kepada rakyat. Jika tidak, pembangunan yang tampak gemilang hanya akan menyisakan luka sosial,” tutup Safrudin. (Tim/Red)