HALSEL, Corongpublik.com– Proyek pembangunan Sekolah Terpadu di Desa Hidayat, Kabupaten Halmahera Selatan, menuai sorotan tajam dari publik. Anggaran jumbo senilai total Rp55,8 miliar yang digelontorkan secara bertahap sejak tahun 2022 dinilai tak masuk akal, terlebih progres fisik proyek tersebut jauh dari harapan.
Kritik keras datang dari Riski S. Jauhar, mahasiswa pascasarjana arsitektur asal Halmahera Selatan. Dalam keterangan pers yang disampaikan pada Selasa (3/6/2025), Riski menilai proyek ini sarat kejanggalan dan patut didalami oleh aparat penegak hukum. Ia bahkan berencana menggelar aksi demonstrasi di depan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam waktu dekat.
“Kami mendesak KPK turun tangan mengusut proyek ini dan memanggil para pihak yang terlibat, mulai dari mantan Kepala Dinas Pendidikan Safiun Radjulan yang juga menjabat (Sekda) Halsel hingga Kadis Kesehatan penggantinya, Siti Khodijah,” tegas Riski.
Riski membeberkan data anggaran dan progres fisik proyek yang dinilai tidak sebanding, Proyek pembangunan Sekolah Terpadu di Desa Hidayat, Halmahera Selatan, dilaksanakan dalam beberapa tahap dengan nilai anggaran yang terus membengkak dari tahun ke tahun. Namun, alih-alih menunjukkan progres signifikan, proyek ini justru mengalami keterlambatan serius sejak tahap awal.
- Tahap I (Tahun 2022)
Pekerjaan awal proyek dimulai pada tahun 2022 dengan menggandeng CV. Bima Sakti sebagai kontraktor pelaksana. Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan menggelontorkan anggaran sebesar Rp6.302.869.207 untuk tahap ini. Namun, hingga bulan November 2022, capaian fisik proyek baru berada di angka 50 persen, padahal masa kontrak dijadwalkan berakhir pada Desember 2022.
- Tahap II (Tahun 2023)
Memasuki tahap kedua pada tahun 2023, proyek kembali dilanjutkan oleh rekanan berbeda, yakni CV. Mutiara Karya Mandiri, dengan anggaran yang jauh lebih besar, mencapai Rp14.896.121.069. Sayangnya, kondisi serupa kembali terulang. Hingga akhir November 2023, progres pekerjaan fisik proyek ini masih tertahan di angka 52-53 persen, menunjukkan peningkatan yang sangat lambat dan tidak proporsional dengan dana yang telah dicairkan.
- Rencana Lanjutan (Tahun 2024)
Meski progres dua tahap sebelumnya jauh dari kata memuaskan, Pemerintah Daerah tetap merencanakan tahap lanjutan pada tahun 2024 dengan usulan anggaran tambahan sebesar Rp35 miliar. Jika rencana ini terealisasi, maka total anggaran keseluruhan proyek akan membengkak menjadi Rp55,8 miliar.
Hingga pertengahan tahun 2025, proyek ini belum juga rampung. Parahnya lagi, DPRD Halmahera Selatan menolak pengajuan anggaran lanjutan dalam APBD 2025, sebagai bentuk keprihatinan atas manajemen proyek yang dinilai amburadul dan adanya kejanggalan.
Terpisah, riski saat diwawncarai melalui via telpon watshapp menyatakan hingga Juni 2025, tidak ada alokasi tambahan yang disetujui dalam APBD 2025, sesuai informasi yang ia terima. Bahkan, DPRD Halsel secara tegas menolak usulan lanjutan anggaran proyek ini.
Yang makin membingungkan, proyek ini disebut-sebut mengusung konsep sekolah elit ala Rusia, namun hingga kini, konsep riil dan arah kebijakan pembangunan sekolah tersebut belum jelas. Kepala Dinas Pendidikan saat ini, Siti Khodijah beberapa waktu lalu, bahkan secara terbuka menyatakan ke media bahwa dirinya tidak tahu-menahu mengenai tujuan awal pembangunan proyek tersebut.
“Proyek ini dirancang oleh almarhum Bupati Usman Sidik bersama Kepala Dinas saat itu, Safiun Radjulan. Saya hanya melanjutkan tanpa banyak informasi tentang konsepnya,” ujar Khodijah dalam sebuah pernyataan sebelumnya.
Keterlambatan progres dan ketidakjelasan konsep menjadi alasan utama publik meragukan urgensi dan transparansi proyek ini. Riski S. Jauhar mendesak agar segera dilakukan audit menyeluruh dan investigasi hukum oleh lembaga terkait, mengingat proyek ini telah menjadi perhatian serius baik masyarakat maupun DPRD Halmahera selatan.
Hingga bulan Juni 2025, proyek Sekolah Terpadu Desa Hidayat belum selesai dibangun dan belum diresmikan. Status bangunan mangkrak dengan progres yang stagnan memunculkan dugaan kuat adanya potensi pemborosan atau bahkan korupsi dalam pengelolaan proyek.
“Kami tidak ingin proyek ini menjadi kuburan uang rakyat. Harus ada pertanggungjawaban, baik dari pihak eksekutif maupun kontraktor pelaksana,” pungkas Riski.
hingga berita ini di turunkan kami masih dalam upaya konfirmasi kepada pihak-pihak terkait.