TERNATE, Corongpublik// Dewan Pengurus Daerah Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI) Maluku Utara mendesak Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Soasio, Kota Tidore Kepulauan, untuk membebaskan 11 warga adat Maba Sangaji yang kini menjadi terdakwa dalam kasus yang ditangani Polda Maluku Utara. Desakan itu disampaikan menyusul kekhawatiran akan adanya ketidakadilan hukum terhadap masyarakat adat yang sedang memperjuangkan hak atas tanah dan lingkungan mereka.
Ketua Harian DPD PA GMNI Maluku Utara, Mudasir Ishak, menegaskan bahwa majelis hakim harus berani memutus perkara tersebut dengan berpijak pada moral, nurani, dan rasa keadilan, bukan karena tekanan politik atau kepentingan kelompok tertentu.
“Kami berharap majelis hakim tidak diintervensi dan selalu mengedepankan moral serta nurani atas nama penegakan hukum yang kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan,” ujarnya tegas, minggu (12/10/2025).
Menurut Mudasir, GMNI sebagai organisasi yang berakar dari ajaran Bung Karno memiliki tanggung jawab historis dan moral untuk membela rakyat kecil, terutama kaum tani, nelayan, dan buruh yang sering menjadi korban ketimpangan sosial serta penindasan struktural. Dalam konteks itu, ia menilai penetapan 11 warga adat Maba Sangaji sebagai terdakwa merupakan bentuk kriminalisasi terhadap masyarakat adat yang selama ini menjaga kelestarian alam dan ruang hidup mereka secara turun-temurun.
Lebih jauh, Mudasir menyoroti bahwa perjuangan masyarakat adat bukanlah tindakan melawan hukum, melainkan bentuk perlawanan terhadap kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas eksploitasi sumber daya alam.
“Kerusakan sungai, hutan, dan pencemaran laut yang mereka lawan adalah bagian dari warisan leluhur. Menuduh mereka mengganggu investasi dan memenjarakan mereka atas nama hukum adalah kejahatan terhadap rakyat kecil dan penghianatan terhadap ideologi konstitusi,”tandasnya.
Ia mengingatkan, tidak adil bila masyarakat adat yang mempertahankan tanahnya disamakan dengan pelaku kejahatan besar seperti koruptor, teroris, atau mafia sumber daya alam.
“Apakah rakyat kecil itu pengkhianat bangsa? Teroris? Mafia kelas kakap yang merugikan negara? Tidak! Mereka justru pembela alam dan penjaga kehidupan masa depan negeri ini,”tegas Mudasir, menekankan posisi moral masyarakat adat dalam menjaga keseimbangan ekologi.
PA GMNI Malut memandang perjuangan warga adat Maba Sangaji sebagai perlawanan moral terhadap praktik perusakan lingkungan yang semakin marak di Maluku Utara. Organisasi ini menilai, kriminalisasi terhadap mereka hanya akan memperlebar jarak antara hukum positif dengan rasa keadilan sosial yang hidup di tengah masyarakat.
Mudasir juga mengingatkan majelis hakim agar memandang perkara ini bukan semata-mata dari aspek yuridis, tetapi juga dari nilai-nilai konstitusional dan kemanusiaan. “Perjuangan mereka adalah bentuk cinta terhadap tanah air dan lingkungan, bukan tindakan melawan hukum. Karena itu, keputusan hakim nantinya akan menjadi cerminan apakah hukum masih berpihak pada rakyat atau pada pemodal,” katanya.
Menutup pernyataannya, Mudasir mengutip dasar konstitusional yang menegaskan perlindungan terhadap masyarakat adat.
“Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 dengan jelas menyatakan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan hukum adat serta hak-hak tradisionalnya. Maka, mereka tidak seharusnya dipidana karena menjaga adat dan alam leluhur,”pungkasnya. (Tim/Red)