HALSEL, Corongpublik// Aktivitas pembalakan liar di wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Halmahera Selatan diduga berlangsung masif tanpa pengawasan. Kayu jenis meranti dan rimba campuran dilaporkan setiap hari diangkut dari Desa Sum, Kecamatan Obi Timur, menuju Desa Kawasi untuk dijual ke penadah ilegal.
Berdasarkan hasil investigasi, pengiriman kayu terjadi 3-5 kali dalam sehari dengan volume sekitar 15 kubik per sekali angkut. Artinya, sedikitnya 75 kubik kayu keluar dari Desa Sum setiap hari, dan dalam sebulan jumlahnya mencapai ratusan kubik. Aktivitas tersebut disebut sudah berlangsung cukup lama.
Kayu-kayu itu dibeli oleh seorang penadah berinisial H alias Herman yang memiliki pangkalan di Desa Kawasi. Dari sana, kayu disuplai ke perusahaan tanpa izin resmi.
Seorang warga Desa Sum yang enggan disebut namanya mengakui praktik tersebut. Ia menyebut masyarakat pernah melaporkan hal itu ke pihak Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Halmahera Selatan, namun tidak ditindaklanjuti.
“Pernah ada laporan ke Kabupaten, tapi alasannya macam-macam. Katanya tidak ada kapal, tidak ada anggaran. Seolah-olah ada pembiaran,”ujar warga tersebut.
Ketua Divisi Investigasi LPP Tipikor Maluku Utara, Sudarmono Tamher, menilai praktik tersebut merupakan pelanggaran serius karena merusak hutan sekaligus merugikan negara. Menurutnya, hasil kayu ilegal tidak menyetor kewajiban PNBP ke negara, yakni PSDHDR sebesar Rp972 ribu per kubik
“Negara dirugikan. Kami mendesak Polda Maluku Utara melalui Subdit Tipiter agar segera menginstruksikan Kapolsek Obi untuk menangkap pelaku pembalakan liar dan penadah di Kawasi,”tegas Sudarmono.
Ironisnya, kasus ini muncul hanya sepekan setelah kunjungan Komisi IV DPR RI bersama Menteri Kehutanan Rajajuli Anthony, Gubernur, dan para kepala daerah di Maluku Utara, yang membahas serius soal kerusakan hutan dan lingkungan. Namun di lapangan, praktik pembalakan liar justru terus berlangsung tanpa pengawasan. (Tim/Red)