
TERNATE, Corongpublik// Aliansi Pemuda Peduli Lingkungan Maluku Utara menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Wali Kota dan Dinas Kesehatan Kota Ternate, Selasa (23/9/2025). Massa menyoroti dugaan pelanggaran pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) serta menuntut penegakan hukum atas kasus anggaran Covid-19 yang dinilai bermasalah.
Koordinator lapangan, Ajis Abubakar, dalam orasinya menyebut Dinas Kesehatan Kota Ternate diduga mengoperasikan insinerator limbah B3 di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Buku Deru-deru tanpa izin resmi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Ia menegaskan praktik tersebut melanggar Peraturan Menteri LHK Nomor 6 Tahun 2021 dan Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang pengelolaan limbah B3.
“Insinerator itu digunakan membakar limbah medis dari rumah sakit di Ternate, bahkan dari luar daerah, tanpa izin lingkungan yang sah. Itu jelas bisa dikategorikan tindak pidana,”teriak Ajis di hadapan massa aksi.
Selain itu, pihaknya juga mempertanyakan Memorandum of Understanding (MoU) antara Dinas Kesehatan Kota Ternate dan RSUD Chasan Boesoirie bernomor 100.3.7.1/MOU/RSCHB/2024 terkait penggunaan insinerator tersebut. Menurutnya, pengoperasian alat tanpa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dapat berdampak buruk bagi kesehatan masyarakat maupun kelestarian lingkungan.
Dalam tuntutannya, massa mendesak Polda Maluku Utara segera memanggil dan memeriksa Wali Kota Ternate, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH), dan Kepala Dinas Kesehatan Ternate. Mereka menilai ketiga pejabat itu bertanggung jawab atas dugaan pelanggaran pengelolaan limbah B3.
Tak hanya soal lingkungan, massa aksi juga meminta Kejaksaan Negeri Ternate membuka kembali kasus dugaan korupsi anggaran Covid-19. Aliansi menyoroti realisasi belanja jasa tenaga kesehatan dan honor tim vaksinator sebesar Rp5,4 miliar serta belanja makanan-minuman operasional vaksinasi senilai Rp4,49 miliar.
Ajis menyebut dalam belanja honorarium tim vaksinasi, terdapat pencairan honor yang tidak sesuai dengan Surat Keputusan Wali Kota tentang penetapan tim, bahkan ada honor yang sudah dicairkan namun tidak dibayarkan. “Ini harus diusut karena jelas merugikan tenaga kesehatan yang sudah bekerja,” katanya.
Lebih jauh, pada pos anggaran makanan dan minuman, ditemukan dugaan pemotongan Rp10.000 per kotak oleh Pejabat Pembuat Komitmen, adanya pekerjaan fiktif pada Oktober-Desember 2021, hingga kekurangan volume makanan dan snack yang tidak sesuai dengan dokumen kontrak. Massa mendesak aparat penegak hukum menindaklanjuti temuan tersebut agar kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah tidak semakin runtuh.(Tim/Red)