POLDA MALUKU UTARA HARUS BERSIH DARI POLISI PERUSAK KERUKUNAN

118

Oleh: Siraj Naufal M Dabi Dabi

 

Kasus dugaan pelecehan agama Islam oleh salah satu anggota Polres Halmahera Utara adalah tragedi moral yang mencoreng wajah kepolisian. Di tengah kepercayaan publik yang kian rapuh terhadap Polri, tindakan seperti ini hanya memperdalam jurang ketidakpercayaan. Polisi yang seharusnya menjadi penjaga kerukunan, justru berubah menjadi sumber luka.

Peristiwa ini tidak bisa dipandang sebagai kesalahan seorang “oknum”. Sebutan itu terlalu sering dipakai sebagai tameng untuk menghindarkan tanggung jawab institusional. Publik menilai Polri secara keseluruhan, bukan individu. Karena itu, pencopotan Kapolres Halmahera Utara, AKBP Erlichson Pasaribu, adalah langkah yang harus segera diambil. Bukan semata-mata karena ia terlibat langsung, melainkan karena kepemimpinannya gagal mendidik dan mengawasi bawahannya.

Polisi bekerja dengan sumpah melayani, melindungi, dan mengayomi masyarakat. Pelecehan terhadap agama adalah pengkhianatan atas sumpah itu. Lebih buruk lagi, tindakan tersebut mengoyak tenun kebangsaan yang dibangun di atas keragaman dan toleransi. Di Maluku Utara daerah yang masih menyimpan memori pahit konflik agama tindakan ceroboh seperti ini bisa memicu api yang sulit dipadamkan.

Kapolri Listyo Sigit Prabowo tidak boleh ragu. Pencopotan Kapolres adalah bentuk pertanggungjawaban komando. Sementara itu, anggota polisi yang melakukan pelecehan harus dipecat secara tidak hormat. Tidak ada ruang bagi aparat penegak hukum yang merusak kerukunan umat beragama. Polri harus membuktikan bahwa institusinya bukan sekadar perkumpulan berseragam, melainkan lembaga bermoral yang layak dihormati.

Sudah terlalu lama publik kecewa dengan cara Polri menangani kasus internal. Terlalu sering pula pelanggaran berat ditutup dengan sanksi ringan mutasi, teguran, atau kursus pembinaan. Pola itu hanya melahirkan budaya impunitas, di mana anggota merasa bisa berbuat sesuka hati karena yakin dilindungi oleh institusi. Jika hal ini terus dibiarkan, Polri akan semakin kehilangan legitimasi di mata rakyat.

Padahal, legitimasi adalah napas utama kepolisian. Tanpa kepercayaan masyarakat, aparat hanyalah kekuatan bersenjata yang ditakuti, bukan dihormati. Mengembalikan kepercayaan itu membutuhkan keberanian untuk bersih-bersih dari dalam. Kasus Halmahera Utara adalah momentum untuk menunjukkan bahwa Polri sungguh-sungguh menegakkan disiplin dan etika.

Polri harus belajar dari sejarah. Konflik sosial dan agama di Maluku Utara pada awal 2000-an meninggalkan luka yang dalam. Ribuan orang kehilangan nyawa, puluhan ribu lainnya mengungsi. Luka itu hanya bisa sembuh melalui rekonsiliasi, dialog, dan penguatan kepercayaan antarumat. Polisi seharusnya menjadi penjaga harmoni, bukan sumber provokasi. Karena itu, sekecil apa pun pelecehan agama oleh aparat harus dipandang sebagai ancaman serius terhadap stabilitas sosial.

Tindakan tegas bukan hanya soal hukuman, tetapi juga simbol keadilan. Masyarakat ingin melihat bahwa Polri berpihak pada kebenaran, bukan pada anggotanya. Dengan mencopot Kapolres Halmahera Utara dan memecat oknum pelaku secara tidak hormat, Kapolri akan mengirim pesan jelas: kepolisian tidak memberi toleransi pada intoleransi.

Jika sebaliknya, kasus ini hanya ditutup dengan permintaan maaf, teguran, atau mutasi, maka yang runtuh bukan hanya wibawa Polri, tapi juga harapan rakyat terhadap reformasi kepolisian. Pada titik itu, Polri hanya akan dipandang sebagai lembaga yang mahir beretorika, tetapi gagal menjalankan moralitas.

Oleh sebab itu, jalan keluar hanya satu tindak tegas, terbuka, dan tanpa kompromi. Copot Kapolres Halmahera Utara, pecat secara tidak hormat anggota pelaku pelecehan, dan tegakkan hukum dengan transparan. Jika Polri benar-benar ingin dipandang sebagai institusi presisi predictive, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan maka inilah ujian sesungguhnya.

Bangsa ini tidak membutuhkan polisi yang pandai bicara di depan kamera, tetapi gagal menjaga moral di lapangan. Bangsa ini membutuhkan polisi yang bersih, adil, dan bisa dipercaya. Dan pembersihan itu harus dimulai sekarang di Halmahera Utara.