POLRI DIDESAK TINDAK PREMANISME PT. MAI DI HALTENG

92

JAKARTA, Corongpublik// Forum Komunikasi Mahasiswa Maluku Utara (FKMMU) Jakarta mengecam keras tindakan premanisme yang diduga dilakukan oleh perusahaan tambang PT. MAI di Maluku Utara. Perusahaan tersebut dituding dengan sengaja merusak mobil pick-up milik warga Desa Kiya menggunakan alat berat tindakan yang dianggap sebagai bentuk arogansi korporasi dan pelecehan terhadap keadilan rakyat kecil.

Sekretaris FKMMU Jakarta, Aimar Naser Made, menegaskan bahwa insiden tersebut merupakan pelanggaran hukum nyata dan mencerminkan lemahnya penegakan hukum di daerah.

“Kami tidak bisa tinggal diam melihat perusahaan bertindak seperti preman di tanah kelahiran kami. Negara ini negara hukum, bukan negara modal. Jika hukum tidak ditegakkan, masyarakat kecil akan terus menjadi korban keserakahan,”ujarnya tegas.

Peristiwa perusakan ini bermula ketika warga Desa Kiya mempertanyakan hak atas tanah yang digunakan PT. MAI sebagai lokasi jetty bongkar muat material nikel. Alih-alih menyelesaikan persoalan melalui jalur hukum atau dialog terbuka, perusahaan justru diduga menempuh cara kekerasan dengan menggunakan alat berat untuk merusak kendaraan warga.

FKMMU Jakarta menilai tindakan tersebut sebagai bentuk premanisme korporasi yang tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga mencoreng nilai-nilai kemanusiaan.

“Ini gambaran nyata betapa kekuatan modal sering kali menjadi tameng untuk menginjak hak-hak rakyat kecil. Jika praktik seperti ini dibiarkan, maka rasa keadilan di tengah masyarakat akan mati,”kata Aimar.

Menurut FKMMU Jakarta, tindakan PT. MAI jelas bertentangan dengan Pasal 406 KUHP yang menyatakan bahwa siapa pun yang dengan sengaja merusak barang milik orang lain dapat dipidana. Jika dilakukan secara bersama-sama atau disertai kekerasan, Pasal 170 KUHP mengancam pelaku dengan hukuman hingga 5 tahun 6 bulan penjara.

Lebih jauh, keterlibatan manajemen perusahaan dalam memerintahkan atau membiarkan tindakan itu juga termasuk pelanggaran Pasal 55 KUHP, yang menegaskan bahwa siapa pun yang turut serta dalam tindak pidana harus dihukum sebagai pelaku.

Sebagai bentuk solidaritas terhadap masyarakat Desa Kiya, FKMMU Jakarta berencana menggelar aksi demonstrasi besar-besaran di depan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri). Aksi ini bertujuan untuk menuntut aparat penegak hukum agar segera mengusut tuntas kasus premanisme perusahaan tambang tersebut.

“Sudah saatnya Polri menunjukkan keberpihakannya pada keadilan, bukan pada kekuatan modal. Kami menuntut agar semua pelaku, termasuk manajemen perusahaan yang memberi perintah atau melakukan pembiaran, segera diproses hukum. Jangan biarkan keadilan mati di hadapan rakyat kecil,” tegas Aimar Naser Made.

FKMMU Jakarta menekankan bahwa perusahaan tambang seharusnya menjadi mitra pembangunan dan membawa manfaat bagi daerah, bukan sumber ketakutan bagi masyarakat. Perusahaan harus menjunjung tinggi etika bisnis dan menghormati hak-hak masyarakat lokal.

“Ketika korporasi memilih jalan kekerasan, yang rusak bukan hanya kendaraan warga, tapi juga moral hukum dan kepercayaan publik terhadap negara. Investasi tanpa etika hanya akan melahirkan konflik sosial yang berkepanjangan,”ujar Aimar.

Kasus ini menjadi cermin buruk bagi penegakan hukum di sektor pertambangan. FKMMU mendesak agar pemerintah dan aparat penegak hukum tidak tutup mata terhadap penderitaan rakyat di daerah tambang.

“Negara harus hadir membela yang lemah. Hukum yang tajam ke bawah tapi tumpul ke atas hanya akan memperpanjang luka sosial di tengah masyarakat,”pungkas Aimar.

Kini, masyarakat menanti langkah tegas aparat penegak hukum. Apakah hukum akan benar-benar berpihak pada keadilan, atau kembali tunduk di bawah kekuatan modal? Pertanyaan itu menjadi ujian moral bagi wajah hukum Indonesia hari ini. (Tim/Red)