Potret Buram Tambang Milik Gubernur Maluku Utara

115

HALTENG, Corongpublik// Aktivitas tambang di Pulau Gebe, Kabupaten Halmahera Tengah, kembali menuai sorotan tajam. Sejumlah perusahaan, termasuk PT Karya Wijaya, diduga melakukan kegiatan pertambangan tanpa dokumen resmi dan menyebabkan pencemaran serius di pesisir laut.

Warga Pulau Gebe melaporkan pada 19 Oktober 2025, air laut di beberapa titik sekitar Pelabuhan Umum, Desa Elfanun, dan Desa Kapaleo berubah warna menjadi kecokelatan. Fenomena ini terjadi di kawasan yang berdekatan dengan jetty milik PT Karya Wijaya, PT Mineral Trobos, dan PT Smart Marsindo, mengindikasikan limpasan material tambang yang mencemari perairan.

Menurut warga, perubahan warna air laut itu mulai tampak setelah hujan deras mengguyur kawasan tambang. Diduga, kolam pengendapan (sediment pond) yang seharusnya menahan lumpur dan partikel padat tidak berfungsi dengan baik, sehingga air bercampur lumpur langsung mengalir ke laut. Kondisi ini memperparah kerusakan ekosistem pesisir dan mengancam mata pencaharian nelayan setempat.

Ketua Pemuda Solidaritas Merah Putih (PSMP) Maluku Utara, Mudasir Ishak, menegaskan bahwa PT Karya Wijaya belum memiliki dokumen izin lengkap, termasuk kewajiban menyampaikan tata batas area kerja, yang menjadi syarat mutlak memperoleh penyelesaian administrasi kehutanan (PAK) dari Kementerian ESDM.

“PT Karya Wijaya diduga menambang di luar area IUP yang kini sedang ditangani Satgas PHK,” ujar Mudasir.

Selain persoalan administratif, perusahaan tersebut juga disorot karena diduga melanggar UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K). Pasal 35 huruf (k) secara tegas melarang kegiatan tambang di pulau kecil yang menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan.

Ironisnya, PT Karya Wijaya disebut-sebut memiliki saham mayoritas milik Gubernur Maluku Utara, Sherli Djuanda, sehingga publik menilai ada potensi konflik kepentingan dalam pengawasan kegiatan tambang tersebut.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023 turut mempertegas larangan eksploitasi pulau kecil, menegaskan pentingnya perlindungan sumber daya alam yang tak dapat dipulihkan. Dengan dasar ini, masyarakat dan aktivis lingkungan mendesak pemerintah pusat dan aparat penegak hukum untuk segera menindak tegas pelaku pelanggaran lingkungan di Pulau Gebe.

Mudasir juga menyinggung pesan Presiden Prabowo Subianto kepada Kejaksaan Agung dalam agenda penyerahan uang pengganti kasus korupsi ekspor CPO di Jakarta Selatan, 20 Oktober 2025.

“Presiden sudah menegaskan masih banyak pekerjaan rumah, terutama terkait pemberantasan tambang ilegal yang merugikan negara hingga ratusan triliun rupiah,” kata Mudasir.

Ia mendesak Satgas Penertiban Tambang Ilegal untuk segera melakukan investigasi lapangan dan menindak perusahaan yang terbukti melanggar, termasuk pencabutan izin dan proses hukum pidana sesuai UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH).

“Kalau hasil investigasi membenarkan adanya pelanggaran, PT Karya Wijaya dan perusahaan lain harus segera ditindak tegas,” tegasnya.

—Tim/Red—