MOROTAI, Corongpublik// Keputusan unsur pimpinan DPRD Morotai menjadi penjamin pengalihan status penahanan pengusaha DL alias Pondeng tersangka kasus kecurangan takaran MinyaKita menuai kritik tajam. Praktisi hukum Adv. Veynrich T.E. Merek, S.H., menilai langkah tersebut tidak etis dan berpotensi mengintervensi proses penegakan hukum.
Dikonfirmasi Sabtu (15/11/2026), Veynrich menegaskan bahwa DPRD adalah lembaga terhormat yang seharusnya berdiri pada prinsip keadilan, bukan menjadi “tameng” bagi pihak yang diduga melakukan tindak pidana. Ia menilai tindakan para pimpinan DPRD itu seperti pahlawan yang lupa asalnya.
Menurutnya, meski tidak ada aturan yang secara eksplisit melarang pejabat publik menjadi penjamin penangguhan penahanan, etika jabatan tetap harus dijaga.
“Pejabat publik tidak boleh mengintervensi proses hukum, apa pun alasannya,” tegasnya.
Veynrich menjelaskan bahwa penangguhan atau pengalihan status tahanan menjadi tahanan kota merupakan kewenangan penuh penyidik sebagaimana diatur dalam KUHAP. Permohonan dapat diajukan oleh tersangka maupun keluarga dengan pertimbangan subjektif, misalnya tidak melarikan diri atau tidak menghilangkan barang bukti, serta adanya jaminan berupa uang atau orang.
Ia mempertanyakan alasan seorang pejabat bersedia menjamin seseorang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka.
“Jika bukti permulaan telah cukup dan seseorang ditetapkan sebagai tersangka, berarti ia telah melakukan kejahatan. Bagaimana mungkin pejabat melindungi tindakan pidana atau perbuatan curang yang jelas-jelas melanggar konstitusi?” ujarnya.
Advokat dalam jaringan Perkumpulan Advokat dan Pengacara Nusantara (PERADAN) itu menambahkan, DPRD memiliki fungsi terhormat untuk melakukan pengawasan demi kepentingan masyarakat. Sementara praktik kecurangan takaran MinyaKita berdampak langsung pada ekonomi masyarakat menengah ke bawah yang sangat bergantung pada kebutuhan pokok tersebut.
Ia menegaskan, DPRD seharusnya menjadi garda terdepan dalam penegakan hukum dan memastikan perkara kecurangan MinyaKita diproses cepat, bukan malah menjadi pelindung. Langkah DPRD ini, kata dia, berpotensi menimbulkan pertanyaan publik, Apakah hukum bisa diintervensi?
“Tentu ini meresahkan. DPRD mestinya menjaga integritas lembaga, bukan membuka ruang kritik” jelasnya.
Veynrich mengingatkan bahwa hukum Indonesia berdiri di atas asas equality before the law setiap orang, baik pejabat, pengusaha, maupun masyarakat biasa, memiliki kedudukan yang sama di mata hukum. Ia juga menegaskan bahwa pengalihan status menjadi tahanan kota tidak mengubah status hukum tersangka dalam perkara tersebut.
—Tim/Red—




