TERNATE, Corongpublik// Praktisi hukum Agus Salim R. Tampilang menilai penanganan kasus suap terdakwa Yoga Adikonang oleh Penyidik Krimsus Polda Maluku Utara masih dapat dikembangkan, karena dalam putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Ternate Nomor 09/Pid.Sus-TPK/2024/Pn Tte, terungkap fakta hukum lain yang menunjukkan adanya tindakan aktif dari pemberi suap.
Agus menyoroti fakta persidangan yang menunjukkan bahwa Jervis dan Leni memberikan sejumlah uang kepada Yoga Adikonang. “Seharusnya penyidik berani mengambil langkah untuk mengembangkan perkara ini dan kedua pelaku pemberi suap harus dimintai pertanggungjawaban hukum,” kata Agus, Jumat (19/9/2025).
Namun, menurut Agus, penyidik Krimsus Polda Maluku Utara diduga menerapkan standar ganda dalam penegakan hukum, perbuatan para pelaku yang terang-terangan dan tidak dapat dibantah justru tidak dikembangkan meskipun bukti dan fakta hukum sudah terungkap di persidangan.
Secara hukum, para pemberi suap dapat dijerat Pasal 55 KUHP sebagai orang yang turut serta melakukan, membantu, atau menyuruh melakukan tindak pidana. Hal ini relevan dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Pasal 5 ayat 1 yang menegaskan setiap orang yang memberikan suap kepada PNS atau pejabat negara untuk memperoleh keuntungan dapat dipidana.
“Semua orang memiliki kesamaan hak di mata hukum, sehingga penegakan hukum tidak boleh tebang pilih,” tegas Agus.
Agus juga menekankan bahwa meski terdakwa terbukti melanggar Pasal 12 huruf e UU Tipikor, penyidik tidak boleh berhenti sampai pada penerima suap saja. Fakta-fakta persidangan menunjukkan adanya tindakan aktif dari pemberi suap yang dapat dimintai pertanggungjawaban hukum namun hingga kini belum dikembangkan.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), penyidik memiliki kewenangan luas untuk melakukan serangkaian tindakan demi mengungkap tindak pidana dan menemukan tersangkanya.
“Anehnya dalam kasus Yoga Adikonang penyidikan berhenti pada penerima suap, sementara pelaku yang memberi suap yang sadar akan perbuatannya tidak diproses hukum,”ujar Agus.
Kasus ini memunculkan pertanyaan besar mengenai konsistensi penegakan hukum di Maluku Utara. Praktisi hukum menekankan bahwa pemberi dan penerima suap sama-sama sadar atas tindakan melawan hukum mereka, sehingga keduanya seharusnya diproses secara adil sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
_(Tim/Red)_